Selasa, 06 Januari 2015

SERANGKAIAN ACARA ADAT KEMATIAN KHAS SUKU DAYAK BENUAQ





  1. Suku Dayak Benuaq
Dayak Benuaq adalah salah satu anak suku Dayak di Kalimantan Timur. Berdasarkan pendapat beberapa ahli suku ini dipercaya berasal dari Dayak Lawangan sub suku Ot Danum dari Kalimantan Tengah. Lewangan juga merupakan induk dari suku Tunjung di Kalimantan Timur. Benuaq sendiri berasal dari kata Benua dalam arti luas berarti suatu wilayah/daerah teritori tertentu, seperti sebuah negara/negeri. pengertian secara sempit berarti wilayah/daerah tempat tinggal sebuah kelompok/komunitas. Sedangkan kata Dayak menurut aksen Bahasa Benuaq berasal dari kata Dayaq atau Dayeuq yang berarti hulu. Menurut leluhur orang Benuaq dan berdasarkan kelompok dialek bahasa dalam Bahasa Benuaq, diyakini oleh bahwa Orang Benuaq justru tidak berasal dari Kalimantan Tengah. Masing-masing mempunyai cerita/sejarah bahwa leluhur keberadaan mereka di bumi langsung di tempat mereka sekarang. Tidak pernah bermigrasi seperti pendapat para ahli. Salah satu versi cerita leluhur mereka adalah Aji Tulur Jejangkat dan Mook Manar Bulatn. Kedatangan suku (mungkin orang Lewangan, Teboyan, Dusun dan sebagainya) dari Kalimantan Tengah justru berasimilasi dengan Orang Benuaq, dan ini menyebabkan Orang Benuaq mempunyai banyak dialek. Suku Dayak Benuaq dapat ditemui di sekitar wilayah Sungai Kedang Pahu di pedalaman Kalimantan Timur dan di daerah danau Jempang. Di Kalimantan Timur, sebagian besar mendiami Kabupaten Kutai Barat dan merupakan etnis mayoritas (+/-60 %). Mendiami di Kecamatan Bongan, Jempang, Siluq Ngurai, Muara Pahu, Muara Lawa, Damai, Nyuatan, sebagian Bentian Besar, Mook Manor Bulatn serta Barong Tongkok.

2. Upacara Saat Kematian

Tanda-tanda seseorang akan meninggal dunia kadang-kadang dapat kita lihat terutama pada orang dewasa/lanjut usia. Tanda-tanda itu antara lain : a) Gegulag, yaitu timbul perbuatan/tingkah laku yang aneh dari orang yang sakit dan ia tidak menyadarinya. Contohnya : tiba-tiba ia bangun ingin jalan seperti ada yang dicarinya dan lain sebagainya. b) Nerakuq, yaitu bunyi napas yang nyaring, mula-mula kedengaran cepat dan lama-lama semakin lemah dan lambat. c) Ngebintakng, yaitu mata kelihatan berkunang-kunang dan badan tidak berdaya. d) Pekasakng Kinas, yaitu napas ikan, artinya bahu terangkat saat bernapas dan akhirnya napasnya habis lalu ia meninggal dunia. Tindakan awal yang dilakukan para keluarga pada saat kematian : Sebelum dianggap mati betul, keluarga akan memukul gong cepat-cepat sebagai tanda ada orang sakit parah. Bagi keluarga yang belum mengetahuinya, mereka akan diberitahukan dengan suara gong itu. Setelah dianggap mati/meninggal dunia, mereka akan memukul tambur dup-dup sebagai tanda bahwa orang itu telah mati. Memukul tambur tadi disebut neruak. Titi yaitu memukul sejumlah gong dengan irama silih berganti lambat-lambat. Titi berlangsung lama untuk memberitahukan para keluarga warga desa yang jauh, sebagai tanda penyertaan keluarga yaitu bersama arwah penunjuk jalan. Mayat ditutup sementara dengan kain lalu dipagari dengan kelambu mayat berwarna-warni dan ditambal kain berwarna-warni. Biasanya warna merah/hitam yang paling dominan. Lalu, keluarga menyiapkan air pencuci mayat. Para warga yang datang membantu dengan sukarela. Air dimasukkan ke dalam antang dicampur dengan bahan pewangi seperti jeruk; daun selasih; air kelapa muda; langir wakaai sejenis akar; mayang dari pinang; dan umbut teniq. Memandikan mayat yang dilakukan oleh keluarga terdekat mayat sementara yang lain memulai titi lagi. Lalu, mayat didudukkan di atas gong, di atas kepala dibentangkan kain putih yang telah dilobangi kecil-kecil sebagai saringan waktu menjatuhkan air. Mayat dilap agar kering dan bersih lalu dikenakan pakaian, baju dan celana. Neruhuq. Jika yang meninggal itu orang dewasa maka dilanjutkan dengan acara neruhuq yaitu doa kepada dewa sahabat, tangai tamui dan arwah leluhur agar mereka menjemput dan bila ia mati kena sihir supaya arwah membalasnya (tangan mayat menggenggam sebuah Mandau & daun biyowo) bersamaan dengan alat itu ada tombak, ayam jantan merah disatukan dengan Mandau. Matik, yaitu mencap mayat dengan darah ayam. Ambil sepotonh rotan ujungnya dibelah 4 lalu dibakar dan dicelupkan dalam darah ayam. Tempay yang dicap adalah : dahi mayat, pelipis kanan dan kiri, sepanjang tangan, di dada, di belakang dan dipaha/kakinya. Tujuan dari matik adalah pada waktu ia mati banyak dewa sahabat mengatakan ia mati, namun ia menyangkal bahwa ia pulang ke rumah leluhurnya. Lalu para dewa menunjuk tanda mati pada tubuhnya. Pada saat itu ia mengaku bahwa ia memang telah meninggal dunia dan ia memohon pada para dewa untuk mendoakan para keluarga si arwah agar mereka hidup baik, murah rezeki dan umur panjang. Mayat dibungkus dengan kain jika ada sampai 7 lapis, dengan bagian luar kain putih. Mayat diiikat, dagu mayat, kedua ibu jari, disatukan agar tidak renggang tetapi rapi. Setelah dibungkus diikat sampai tujah ikat dengan sobekan kain. Mayat ditutupi dengann kain lagi dan payung terbuat dari daun biru sejenis nipah. Papaat Buhur. Buhur ialah tali dari kulit kayu yang dikeringkan dan dibuat delapan simpul atau ikitan. Tali itu digantungkan, lalu sambil berdoa tali itu dibakar ujung bawahnya. Kita lihat sampai mana api itu mati. Jika api mati pada simpul pertama berarti dia meninggal karena umur sudah menentukan. Bila api mati pada tingkat kedua berarti dia mati karena melanggar aturan dalam hidupnya. Bila api mati pada tingkat ketiga maka ia mati karena disihir dengan sesama manusia. Bila api mati pada tingkat keempat maka ia mati karena kepohonan. Bila api mati pada tingkat kelima maka ia mati karena dewa sahabat (tangai tamui). Bila api mati pada tingkat pada tingkat keenam maka ia mati karena dewa air yaitu juwata. Bila api mati pada tingkat ketujuh maka ia mati karena dewa jin harimau (nayuq timang). Pada tempat api mati itu tukang memohon kepada para dewa dan arwah roh leluhur menuju jalan baru dan janganlah ia lengah dijalan, sebab ditengah jalan bernama saikng serentenapm ada hantu yang suka menyesatkan, inilah tanda dari keluarga mu yaitu sebuah tali, dan alat penuntun untuk menerangi arwah dijalan. Musyawarah keluarga. Para keluarga yang telah datang bermusyawarah bersama. Tahap pertama mencari kayu untuk lungun. Biasanya para keluarga/warga desa datang siap membawa alat untuk membuat lungun yaitu tempat dari sebuah batang kayu, dilubangi dan diberi tutup dengan rapi. Kaum wanita datang membawa sumbangan berupa beras, garam dan lainnya bila ada dan bila tidak ada mereka juga datang untuk menyatakan rasa dukacita mereka yang sangat mendalam. Pekerjaan dibagi-bagi, ada yang ikut membuat lungun, ada yang tinggal dirumah membuat tangga mayat/lungun, tempat membawa lungun ke atas rumah. Pokoknya hari itu sebagai hari berkabung orang sekampung. Biar hanya hadir, kehadiran warga menunjukkan rasa turut berdukacita, saling memperhatikan diwaktu terkena musibah dan saling membantu yang dalam bahasa suku Benuaq disebut “sempekat”. Setelah lungun selesai, lungun dimasukkan ke dalam rumah melalui tangga baru tadi. Mengapa tidak boleh melalui tangga rumah ?

Ada beberapa unsur penyebab, yaitu : (a) Dengan adanya tangga baru itu memudahkan membawa mayat karena dibuat dekat tempat mayat. (b) Lungun dan mayat ditaruh lama dalam rumah, menjaga agar bila lungun itu bocor tidak mengotori dalam rumah, tangga, dsb. (c) banyak orang beranggapan bila orang mati ada hantu yang datang, hantu-hantu masuk dari tempat keluar masuknya lungun/mayat. (d) Orang yang telah mati jangan disamakan dengan orang yang masih hidup, setelah mayat diantar ke kubur, biarlah pintu itu sementara ditutup rapi melambangkan sesuatu bahwa kematian itu sulit terjadi lagi. Lungun tadi sebelumnya diberi dempul, pori-pori ditutup dengan dammar agar tidak ditembusi bau busuk.

Memasukkan mayat ke dalam lungun. Pada waktu memasukkan mayat ke dalam lungun, orang mulai titi lagi. Semua tali pada dagu, tangan, kaki dibuka setelah mayat tadi berada dalam lungun. Dibagian kepala diberi sebuah piring. Pakaian dimasukkan, pisau lading dimasukkan bila masih bias. Lalu ditaburi obat pengawet yaitu daun kerehau, bunga lang-alang dan pinang. Pada saat sekarang dicampur lagi dengan teh agar mayat tidak mudah busuk. Lungun pun ditutup dengan rapi. Tutupnya dilem dengan dammar, lalu diikat dengan rotan sebanyak tujuh tingkat. Di atas tempat mayat dibuat tempat yang disebut pesilo untuk menggantungkan pakaian dan piring sebanyak 7 piring. Jumlah tujuh menandakan pembagian untuk arwah. Piring digantung bolak-balik artinya ada yang telentang dan ada yang telungkup. Di samping lungun ada sebuah sumpit/tombak didirikan dan sebuah kain merah digantungkan disebut “oritn penapm” dan selanjutnya musyawarah keluarga yang kedua untuk merundingkan upacara adat kematian yang akan dilaksanakan kemudian.

3.      Pembuatan Lungun
Lungun dibuat setelah rapat keluarga selesai. Sebelum membuat Lungun biasanya keluarga menyediakan tepung tawar atau jomit burai. Semua orang yang membantu membuat lungun memasang tepung tawar itu pada tubuhnya agar mereka bekerja dalam keadaan selamat.
4.      Kayu Untuk Lungun
Biasanya diambil dari pohon buah-buahan durian bagi orang biasa. Bila yang meninggal itu mantiq (kepala adat, Petinggi) maka lungunnya dari pohon Benggeris atau ulin. Jika kayu lungun itu pecah, akan segera diganti, tebang kayu yang baru lagi. Mengapa lungun dibuat dari kayu yang bulat? Tempat mayat harus kuat dan tebal, karena harus tahan beberapa hari untuk menyimpan mayat dalam rumah. Mayat belum bisa dikuburkan bila upacara kematian belum selesai. Setelah upacara kematian selesai, barulah lungun diturunkan dari rumah melalui pintu dan tangga khusus.
5.      Perkabungan Masa
perkabungan berlaku selama upacara kematian. Para keluarga memakai pakaian putih-putih. Bila yang meninggal itu sang suami maka istrinya masih ada tanda berkabung lainnya yaitu dengan memotong rambut. Selama masa perkabungan para pelayat dan keluarga tidak boleh: bernyanyi, melagukan lagu yang bukan lagu untuk kematian, tidak boleh memainkan music yang bukan music untuk upacara kematian umpamanya music belian, music tari gantar. Semua orang harus menunjukkan sikap turut berbelasungkawa.
6.      Ngelangkakng
Ngelangkakng berasal dari kata kelangkakng atau anyaman dari bambu untuk menaruh makanan para arwah atau liau. Ngelangkakng berarti membuat kelangkakng dalam arti memberi makan para arwah. Menurut kebiasaan sebelum diadakannya adat Kwangkai yang merupaka adat kematian yang paling besar dan terakhir, maka bagi arwah yang baru saja meninggal dunia yang belum dibuat adat seperti itu perlu para arwah dan arwah yang baru itu diberi makan sewaktu-waktu terutama bila sudah mulai musim panen. Para keluarga menghubungi keluarga lainnya yang juga mau bergabung melaksanakan adat yang serupa, mereka memusyawarahkan menyiapakn segala biaya dan menentukan hari pelaksanaannya. Pelaksanaan ngelangkakng hanya memakan waktu sehari saja. Untuk member makan para arwah harus ada seorang tukang wara atau pengawara. Dalam memangnya pengawara mengundang para arwah lalu menyuruh mereka makan. Waktu memberi makan itu yaitu pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Setelah habis acara lalu rumah para keluarga mengantar semua makanan arwah dalam kelangkakng ke kuburan masing-masing. Menurut kepercayaan walaupun hanya sekali dan jarang memberi para arwah makan, tetapi makanan itu akan membuat para arwah di Lumut banyak makanan yang tahan lama pula.
7.      Kwangkai
Sering adat kwangkai digabungkan pula dengan dengan kenyau, sehingga disebut kenyau kwangkai. Umpamanya bagi keluarga yang mampu yang telah dilaksanaakn adat kenyau lalu karena ada persiapan untuk melanjutkan ketika adat kwangkai maka kedua adat kematian itu langsung saja dilaksanakan tidak menunggu tiga tahun atau empat lima tahun. Karena dalam melaksanakan adat itu perlu adat tengkorak manusia maka kubur kelu arga yang telah lama yang diperkirakan tulang-tulangnya sudah kering dibongkar. Setelah upacara selesai nantinya semua tulang itu disimpan dalam kotak ulin berukir yang disebut Tempelaq. Adat kwangkai sering pula dilaksanakan setelah upacara lainnya selesai, seperti Parapm Api, Kenyau Pekintuh atau Menyau. Kwangkai dilaksanakan tiga tahun atau lebih kemudian hari menunggu tulang-tulang mayat menjadi kering dapat dibongkar. Selain itu agar para keluarga dapat mentiapkan segala keperluan untuk kwangkai.
8. Lamanya Upacara Kwangkai/persiapannya Sikap dan perbuatan yang sangat menonjol bagi nenek moyang kita tempo dulu ialah sikap dan perbuatan sosialnya. Bila ada keluarga yang akan melakukan pekerjaan yang besar mereka selalu musyawarah, bantu membantu dengan sukarela. Sikap itu mereka latih kepada setiap generasi sejak dini. Umpamanya bila ada keluarga yang sedang sakit lalu mereka membuat upacara penyembuhan berupa belian, sang bapak atau ibu mendidik putra-putrinya dengan menyuruh mereka ikut membantu keluarga yang menderita itu. Ada yang ikut mengambil ubi katu diladang, ada yang potong api, ada yang membantu memukul musik waktu belian. Dan jika tidak bisa semuanya asalkan turut hadir menjengguk keluarga yang sakit. Begitu pula dalam hal adat kematian, jauh-jauh hari para keluarga sudah bermusyawarah. Keluarga pelaksana utama mengajak keluarga lainnya yang punya keluarga yang meninggal namun belum dikwangkai agat turut bersama-sama melaksanakan upacara kwangkai. Dengan cara ini bagi keluarga yang mestinya belum mampu/ tidak mampu. Kwangkai, dapat pula menyelesaikan upacara adat kematian yang besar itu, dengan demikian para arwah telah mampu menempati Lumut atau surge yang amat bahagia, berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Para keluarga membuat lading besar, dengan segala upaya mereka membeli seekor kerbau atau dengan beberapa ekor babi untuk melaksanakan kwangkai. Karena perlengkapan telah disiapkan maka lamanya upacara kwangkai dapat ditentukan 2 x 7 = 14 hari dan maksimum sampai 3 x 7 = 21 hari. Kwangkai/ pekerjaan dimulai setelah segala perlengkapannya selesai. 9. Proses Ritual Kwangkai

No Kegiatan Yang Dilaksanakan Penjelasan Singkat

1. Acara pembukaan /Mulai Wara

Sebelum mulai , dipersiapkan alat-alat perlengkapan yang terdiri dari : satu ekor babi, satu ekor ayam, tepung tawar, dupa, berkas, piring, mangkok, pakaian, makanan dan lain sebagainya. Para pelaksana do’a disebut Pengawara segera memulai do’anya. Pengawara yang biasanya terdiri dari beberapa orang berikutnya memasang tepung tawar pada tubuh mereka msing-masing yaitu pada jari kaki, dahi, belakang sambil mereka melafalkan do’a pada dewa kuasa agar mereka mulai dalam keadaan suci. Mereka mengundang dewa sahabat yang disebut ‘Entuq’ agar mereka merasuk para pengawara mempunyai kuasa/daya dalam setiap do’a/mantra selama melaksanakan upacara tersebut. Pengawara mengambil beras sejumput lalu mendupainya dan bersama-sama menghambur beras itu ke atas sebagai tanda mereka mengundang dewa beras bernama “Luwikng Boyas” ini dimohon turun dari benua atas langit untuk turut memperlancar jalannya doa dan upacara. Pengawara menghadap hidangan makanan, mengundang para arwah (Liau) untuk makan hidangan yang di sediakan itu. Inilah acara memberimakan arwah yang pertama kalinya dalam upacara tersebut. Acara ini disebut “Petunuq Okatn” artinya menunjuk hidangan makanan. Acaraini cukup lama. Pengawara membaca mantranya bersahut-sahutan. Mereka melakonkan arwah telah datang memenuhi undangan, lalu mereka makan dan minum, merokok, menyirih mencuci tangan dan akhirnya arwah pulang ke Lumut/Surga. Demikianlah inti mantra yang diucapkan para pengawara. Malam harinya pengawara mengundang lagi dewa kuasa lainya yaitu “Luwikng”. Ia tinggal di atas sana di tempat yang bernama Batuq Nongker Langit Kutaq Lonyau Bulao. Ia diminta turun ke tempat acara (Ruakng Bunang) agar ia juga menyertai dan memperlancar acara hingga selesai.

  1. Dongeng menceritakan asal mula Langit dan Tanah

Sebelum mendongengkan hal lain maka terlebih dahulu penguwara mendongengkan asal mula Langit Tanah. Maksudnya adalah menerangkan bahwa apa yang kita buat/lakukan ada sebab musababnya, ada yang ditiru dan ada asal mula terjadinya. Karena tanah dan langit merupakan wadah semua makhluk mka didongengkan terlebih dahulu dari yang lainya. Cerita/dongeng ini diucapkan dalam lagu wara ada beberapa macam. Banyak memakai kata-kata kiasan. Acara ini memakan waktu lebih kurang satu hari satu malam.

3. Dongeng Api, Dupa

Perlu dijelaskan bahwa tiap hari ada acara tetap dan sama yaitu member makan para arwah sebanayak 3 kali : pagi, siang, dan sore hari. Pengawara dapat bermanfaat bagi manusia ddan berguna untuk dipakai dalam upacara.

4.Dongeng Ayam, Babi, Pedang, Kelapa, Pinang, Sirih, Kunyit, Kapur, dan dongeng Tembakau

Acara ini selama satu hari. Pengewara menjelaskan asal mula benda tersebut dapat menjadi alat pelengkap dalam upacara.

5.Mungkaq Selimaat dan Netak Balotn Biyoyukng

Selimat adalah semacam kotak berbentuk limas digantungkan dalam rumah. Pengewara menceritakan asal mula adanya alat ini, dan mengapa alat itu dipakai dalam upacara. Pada acara ini disediakan satu ekor babi dan satu ekor ayam, disembelih sebagai hewan kurban. Sesaat akan menggantungkan Selimaat pengewara membaca mantranya diikuti para keluarga. Sore harinya pengawara mengundang dewa pemelihara Selimat diBenua atas langit bernama “Batuq Sintuq”. Setelah kata memakng mereka sampai di tempat itu, maka dewa-dewa di sana mengirimkan utusan khususnya untuk mengambil dewa yang dimaksud yaitu ketempat yang bernama Tasik Marukng Bematn. Dewa utusan khusus itu bernama Tukuk Belansietn. Dialah yang membawa selimat, dewa Gong, Tambur dan semua jenis alat musik yang lazim dipakai dalam upacara, masing-masing tujuh buah. Pada waktu memakng mereka selesai yang menyatakan para dewa datang membawa alat-alat tadi, maka semua pengawara bangkit menari (ngerangkau) lalu duduk beristirahat. Perlu diketahui sebelum para dewa sampai di tempat upacara, mereka juga singgah di tengah jalan yaitu di Benua Bermauq Tuhaq membawa tengkorak manusia sakti bernama Datu dan Dara istrinya. Mereka bersama-sama mengepalai perjalanan menuju ke bumi/tempat acara. Malam hari mulailah acara menariyang disebu Ngerangkau, untuk makan malam pertama.

6. Pesengket Aning Tulakng

Sebelum acara dimulai disiapkan satu ekor babi dan satu ekor ayam untuk disembelih. Aning Tulkng adalah tulang belulang serta tengkorak yang telah dibongkar dan dibersihkan sebelum upacar dilaksanakan. Tulang-tulang itu disimpan ditanah/dihalaman rumah. Disediakan serapo/pondok kecil sebanyak dua buah dihalaman rumah. Acara ini dilaksanakan mula-mula diserapo tersebut. Ada yang mewakili pihak keluarga ada pula yang mewakili/dari pihak arwah. Mereka berdialok dengan lagu wara. Mereka menjamu(makan,minum,merokok). Pihak keluarga menjelaskan maksud mereka mengundang para arwah, lalu mempersilahkan mereka naik kerumah. Mereka menuju tangga. Disampong tangga bias dibuat tangga khusus dari kayu hidup (bentolam) dan sehelai kain putih diikat pada kayu itu sebagai alat untuk naik. Sampai dalam rumah pihak arwah tadi dan peserta lalu menari merangkau, lalu duduk istirahat. Mereka kembali dijamu oleh keluarga. Pihak arwah kembali melanjutkan memakngnya dalam lagu ngakai, namanya. Meksud mereka diundang sementara itu pihak keluarga ,menyambut dengan memasang tepung tawar, memberi rokok, memerciki mereka dengan air tanda mereka sebang atas kedatangan para arwah. Dan sebaliknya pihak arwah membalas dengan perbuatan yang sama sambil mendoakan para keluarga dengan lagu ngakai juga member penjelasan kepada pihak arwah dan mempersilahkan mereka mencicipi hidangan ala kadarnya. Sesuai acara tengkorak disimpan di selimaat. Dan setiap ngerngkau tengkorak-tengkorak itu dipukul dibawa menari, sebagai ungkapan kegembiraan keluarga terhadap para arwah. Mereka menari bersama, sama-sama bersuka cita.

7. Dongeng Selimaat, Bambu, Balok

Dongeng ini selama satu hari. Malam hari acara ngerangkau.

8. Dongeng Kayu Ulin , Lemo

Karena ulin dipakai juga untuk belontang maka didongengkan juga asal mula adanya kayu ulin/alat tersebut. Malam hari acara tetap ngerangkau.

9. Dongeng asal mula adanya air di Bumi (Putakng)

Pagi, siang, dan sore acara tetap member makan arwah, setelah atau disela acara itu pengawara menceritakan asal mula adanya air dibumi ini. Malam hari Ngerangkau.

10. Dongeng Rotan, Pemala (makanan arwah)

Kegiatan ini selama satu hari. Malam hari Ngerangkau.

11. Dongeng Kematian dan Kwangkai

Menceritakan asal mula/ kematian manusia pertama dan adat kwangkai yang perdana. Malam hari, Ngerangkau.

12.Dongeng Lamin, Padipulut, Padibiasa, buah-buahan (sensiwo)uluk.

Lamin (rumah panjang) ada asal usulnya, begitu pula padi-padian dan buah-buahan. Agar para keluarga cukup makanan, tak kurang suatu apapu dalam hidupnya. Ini doa pihak arwah yang dilakonkan oleh pengawaranya.

13. Pesawaq Belontakng (mengawinkan belontakng).

Mengawinkan Beluntang dengan batu Nisan . agar sebelum alat- alat itu dipakai maka diceritakan dahulu riwayat kedua lat itu yang dulunya harus dikawinkan. Ada dewa pwnguasa Belontang dan ada dewa penguasa Nisan. Acara ini dilaksanakan ditanah/serapo. Ada yang mewakili pihak Belontang dan ada yang mewakili pihak nisan. Dalam laagu dan ngakai mereka saling mengadu cintanya dan akhirnya kawin. Acara ini meriah dan diikuti para keluarga/hadirin. Pada hari ini juga diadakan acara memperciki tempelaq (kotak ulin bweukur) tempat menyimpan tengkorak dan tulang belulang (tempat terakhir) Satu ekor babi dan satu ekor ayam disembelih, darah ya dioleskan pada tempelaaq oleh pengawara dan keluarga. Malam hari, ngerangkau. Setelah selesai ngerangkau dilanjutkan dengan acara “Encoi Talitn Pakat”. Semacam surat undangan resmi kepada para arwah,tapi dalam bentuk kata-kata memang/doa pengawara, yang ditunjukan kepada semua arwah/leluhur. Bahwa mereka diundang untuk menghadiri acara berikutnya sampai penyerahan tempat-tempat termulia bagi para arwah yaitu sebuah kotak kecil berukir: Tempelaq, kemudian para arwah diharap hadir dan menerima upacara puncak yaitu penombakan kerbau pada hari puncak nanti. Alat untuk mengundang tadi yaitu sebuah ayunan yang disebut Siliu berkepala naga. Sambil melepas mantra/menangkap kata-kata undangan pengawara mengayun-ngayun Siliu. Alamat yang dituju adalah Lumut tempat Liau dan Tenangkai tempat Kekalungan.

14. Mendirikan belontang dan tempelaaq

Pengawara bersama keluarga pergi ke lokasi tempat mendirikan kedua aklat tersebut. Tempat-tempat tersebut diperbaiki dengan air. Lalu pengawara menggaris tanah sambil berdoa agar tempat itu diberkati oleh dewa kuasa agar layak menjadi kedua alat tersebut. Kemudian kedua alat tersebut didirikan. Malam hari Ngerangkau.

15. Persiapan Hari ini pengawara hanya member makan para arwah seperti biasa sebanyak tiga kali/Kemudian mendoakan beras yang akan dibuat kue/tumpi, lemang dsb. Acara ini disebut Pejiak Jakatn.

16.Pesalikng Kelalungan (mengundang dan menyambut Kekalungan)

Kekalungan adalah Jiwa/Roh Tengkorak mereka tinggal di Tenangkai. Untuk persiapan inidisediakan satu ekor babi dan satu ekor ayam. Pengawara mengundang para kekalungan secara resmi untuk menghindari acara puncak. Mereka menggunakan ikat kepala merah. Berdiri di depan tangga khusus dalam rumah sambil membaca mantra atau kata-kata Undangan. Mereka membawa para kekalungan turun lalu duduk istirahat. Para keluarga menjamu dengan sebuah hidangan. Sementara dilaksanakan lagi dialog antar keluarga dan pihak arwah kekalungan. Ketika acara sedang berjalan para keluarga pun menyambut kedatangan para arwah itu dengan memasang tepung tawar, memerciki dengan air dan member rokok kepada pengawara /keluarga yang berperan dari pihak arwah . pihak arwah mendoakan para keluarga semuanya diungkapkan dalam lagu ngakai yang dilaksanakan secara bersahut-sahutan. Malam hari , ngerangkau.

17.Pesalukng Liau (mengundang dan menyambut Liau)

Disediakan dua ekor ayam dan satu ekor babi. Liau adalah Roh/Jiwa tubuh atau badan. Mereka tinggal di lumut. Pengawara menggunakan ikat kepala putih turun ke tanah pergi ke ujung jalan disitu mereka dalam lagu wara. Mereka menyusuri beberapa tempat. Sampai masuk ke Lumut: mereka membawa para arwah ke bumi/tempat acara untuk memenuhi undangan keluarga. Mereka pulang menuju ke serapo, disitu mereka dijamu oleh keluarga. Pertama, mereka mengadakan permainan sabung ayam. Disediakan satu ekor ayam jantan (merah) untuk pihak arwah Liau dan satu ekor ayam jantan untuk pihak keluarga. Ayam pihak Liau dipasang taji bambu, ayam pihak keluarga dipasang taji besi. Kedua ayam disabung dalam sebuah kandang kecil. Sebelum dilepas kedua belah pihak saling menawarkan bayarannya. Setelah cocok barulah kedua ayam dilepaskan untuk disabung. Ayam pihak Liau /arwah harus cepat-cepat dipukul agar ia kalah, pihak keluarga harus menang. Permainan ini mempunyai arti kiasan agar segala penderitaan dibawa arwah termasuk kematian/maut di bawa arwah Liau pulang. Sebaliknya para keluargaselalu tahan/tidak kena segala musibah, dikemudian harinya. Permainan berikutnya adalah permainan Jeluk Kayuq, menghindari tujuh tumpuk kayu dan sekali masuk hentakah alu yang dimainkan oleh beberapa orang. Kayu itu dibongkar habis oleh pengawara. Setelah itu mereka langsung menuju tangga rumah. Permainan ini juga mempunyai arti kiasan: pertanda kedua pihak sama-sama senang, karenanya para Liau tak akan tinggal mengganggu manusia di bumi. Tetapi setelah selesainya semua acara mereka segera pulang ke Lumut. Nah, ditangga tadi dalam acara khusus lagi yaitu memohon agar dewa kuasa memerciki para Liau agar mereka dalam keadaan baik tak mengganggu manusia. Kemudian pengawara memotong sebuah suman di dekat tangga sambil berdoa agar seperti suman yang terpotong itu maka kematian telah habis, tak ada lagi. Selanjutnya mereka naik ke atas rumah. Mendoakan hewan kurban diserambi rumah setelah itu hewan-hewan kurban itupun disembelih. Mereka masuk ke dalam rumah langsung menari Ngerangkau tanda mereka betul-betul datang dengan hati yang senang. Mereka dijamu seperti biasa oleh semua warga. Arwah bermalam satu malam menunggu acara puncak. Malam hari, Ngerangkau. Perlu dijelaskan bahwa acara ngerangkau dilakukan oleh dua regu pria dan wanita masing-masing berjumlah 14 orang. Mereka menari ngerangkauu bergantian diiringi musik yang disebut Domak. Selimast yang di gantung tempat tengkorak itu adalah tempat start.

18. Persiapan untuk hari puncak

Perlu dijelaskan kembali bahwa pada waktu acara pesalukng Liau, pengawara telah memberitahukan bahwa ada tempat yang sudah disediakan bagi para arwah. Waktu itu pengawara berperan sebagai arwah, mereka pergi melihat tempela. Nah, pada hari persiapan ini pengawara pergi lagi ke Tempelaq dengan melaksanakan upacara khusus. Disediakan makanan. Memotong satu ekor ayam dan satu ekor babi sebagai hewan kurbannya. Ada yang mewakili pihak keluarga dan ada yang berperan dari pihak arwah.Dalam lagu ngakai mereka saling berdialog. Pihak keluarga saling menyerahkan tempat itu kepada para arwah, dan pihak arwah menyatakan menerimanya dengan senang hati.

19. Ukai Solai (acara puncak)

Persiapan pagi-pagi keluarga membuat kandang kerbau yang disebut kesuncokng. Kerbau dimasukkan ke dalam kandang kecil itu. Lehernya diikat dengan tali rotan yang diikatkan ke tiang Belontang. Di atas kandang ada tempat pengawara/berpidato. Setelah selesai pengawara naik keatas tempat itu mendongengkan asal mula kerbau menyerahkannya kepada arwah sebagai hewan kurban para keluarga. Selesai memang/doa itu pengawara naik kembali dalam rumah. Acara selanjutnya adalah kata- kata sambutan oleh: Ketua Panitia, Kepala Adat, Kepala Desa dan Muspida setempat. Terakhir pengumuman oleh panitia - Semua hadirin diharapkan menhadiri acara makan bersama nati malam. - Berhati-hati menombak kerbau. Acarra Membadik Kerbau Kerbau harus ditombak karena mau melakonkan pihak arwah turut menombaknya bersama keluarga. Oleh karena itu, sebelum pihak keluarga mulai menombak maka harus pihak liau dan kekalungan menembak dulu. Liau menombak sebelah kiri kerbau dan yang berperan sebagai kekalungan menombak sebelah kanan korban. Disusul oleh manusia/pihak keluarga sampai kerbau itu rebah atau mati. Setelah kerbau mati, pengawara mengajak para keluarga menarik-narik bangkai kerbau. Pengawara sebelah dan pihak keluarga memegang tali disebelahnya. Ditarik dalam hitungan ke-7kali. Perbuatan itu melambangakan hewan kurban itu telah diterima dan dibawa oleh para arwah. Dalam memangnya disebut kerbau itu telah mati dan dibawa pulang (Nunuk nyang tempokng, berawerai nyang pukatn). Dewa yang pembawa kerbau itu bernama Umar Pantsk Langit (dari pihak liau) dan Sulitn Layutn Kelincekng dari pihak kekalungan. Di lumut ada padang perbau bernama Ranaai Sungkaai. Perlu juga dijelaskan : - kepada kerbau yang sudah dipotong itu ada rohnya bernama : Aning Lalukng. Rohnya itu dipelihara Dewa Nyuq Bentas Peteh. - kepada kerbau yang sudah uasang disimpan dalam rumah dipelihara Dewa Itak Olo Eso Anteh Kakah Bulatn Bolupm. - Di lumut para para arwah mendapt banyak kerbau yaitu ditempat yang disebut Ranaai Sungkai. Malam hari diadakan acara makan bersama. Malam itu juga pengawara mengantar pulangpara kekalungan ke Tenangkai. Mmengenakan ikat kepala merah, diiringi musi Domak. Sebelum berangkat mereka meninggalkan pesan/nasihst kepada keluarga yang ditinggalkan. Nasihat-petuah itu diucapkan para pengawara dalam lagu Nyerinuq. Biasanya pada saat ini keluarga betul-betul terharu sampai menangis mendengar segala nasihat itu. Acara mengantar kekalungan selesai malam itu juga.

20. Mengantar Liau ke Lumut

Esok harinya pengawara mengantar liau ke lumut. Acara ini lama, karena jalan ke lumut cukup jauh. Yah, walaupaun hanya diucap dalam memang. Mereka berangkat memakai alat yang disebut Siliu sebuah ayunan. Pertama mereka berangkat dari rumah menuju ke sungai pahu langsung mudikmelewati beberapa tempat: menyusuri sungai Pahu dam masuk anakm sungai Pahuyaitu sungai Piraq di desa Besiq kec. Damai. Mudik menuju daerah Kalteng. Banyak tempatyang mereka lalui karena memang rutenya demikian. Tempat-tempat itu antara lain: Lumpat Nulakng, Punak Berawiq, Toyop Tuhatn, Gesalitn Ejatn, Elekng Apaar Tana (jembatan) Ngorang Oni, Layuq Pakuq: disinimereka istirahat bermain sabung piring (saung Pingatn). Kemudian sampai Salkng Sentoe, Tompok Danum Rayaq (danau besar) disini mereka istirahat menuba ikan. Lalu mereka menyeberang , sampai apar Popot (sebuah jembatan), Bungkaq Ngerakng Sapiq, Menekng Ngerakng Bawui, Tenuk Benturukng = tempat istirahat terakhir.kemudian sampai simpang tujuh menuju lumut. Masuk Lumut terus ke puncak Usuk Bawo Menolong/Ngeno.

10. Pekintuh
Ada dua macam upacara Pekintuh, yaitu yang tiga malam, disebut Kenyatuh Pekintuh. Upacara Pekintuh tiga malam ini adalah sama dengan upacara di atas tadi, yang hanya ditambah dengan acara mengambil/mengundang secara resmi para liau/arwah. Pengawara turun ketika tanah mengambil/mengundang para arwah di tempat yang disebut Sekwatn, liau dibawa kerumah dan disambut dengan acara ngakai (berpantun dengan para liau). Tiap hari memberi makan para liau sebanyak dua kali saja. Acara selesai pada hari terakhir, mayat dikuburkan seperti biasa. Jadi semua acara dilaksanakan pada hari Parapm Api bila laki-laki hitungan untuk waktu Parapm Api 6 menghadap, hari keenam adalah hari nyolok/persiapan dan hari ketujuh adalah hari Parap, Api yang biasa dibuat lama atau singkat seperti upacara-upacara diatas tadi. Alat kelengkapannya adalah sama.
11. Kenyau Pekintuh
Bila upacara di atas tadi dilanjutkan, maka pada malam terakhir dilaksanakan dengan acara mengantar tanda kepada liau bahwa mereka akan diundang lagi. Acara ini disebut encoi talitn pakat. Lalu pada malam berikutnya mengundang liau, kelalungan. Pagi harinya menyambut mereka dengan adat yang disebut pesalukn (menjamu). Pertama Pesalukng Kelalungan kemudian pesalukng Liau. Urutan acaranya adalah sebagai berikut : Dari dalam rumah pengawara turun ke tanah mengambil liau di sekwatan yaitu pergi ke ujung jalan, lalu kembali ke serapo. Di serapo para liau menanyakan maksud tujuan pekerjaan dalam bahasa ngakai (pantun liau), lalu pihak manusia menyuruh para liau makan, merokok. Pada saat para keluarga dan hadirin menjamu pengawara yang berperan dari sebelah liau. Mereka memberi rokok tepung tawar, lalu para pengawara juga membalas mengoleskan tepung tawar pada badan manusia sambil mendoakan mereka. Acara sabung ayam, ada ayam sebelah manusia diberi taji besi dan ayam liau diberi taju bambu saja. Setelah menerangkan sewa kedua ayam dilepaskan, tetapi ayam liau harus segera dipukul agar liau kalah. Kekalahan itu melambangkan tidak ada lagi kematian, hidup ini memang dari mati, maka semoga para keluarga hidup baik dan panjang umur. Permainan itu sekaligus sebagai tanda senang/gembira para keluarga. Jeluk kayuq. Ngekaas tungur tiokng. Ada kayu api disusun tinggi lalu kayu itu dicungkil atau dibuang oleh pengawara sampai habis runtuh. Kemudian menari atau ngerangkau masuk antara alu yang disebut ramak. Semuanya itu adalah perminan bersama liau. Kemudian menuju tangga. Disitu ada acara paper pejiak-pejiaau. Pengawara memegang seikat daun pertama dengan tangan kiri, kemudian dengan tangan kanan. Pengawara mengundang dewa Siluq untuk paper atau memerciki hadirin agar mereka suci, agar liau pun suci (untuk sunampuluq sampuq) dan bagi Kelalungan agar mereka membuang kematian (ngodikng mate magah tempokng teru). Menaas rayatn yaitu memotong dua buah suman di tangga rumah. Perbuatan itu melambangkan pemutusan atau terpisahnya manusia dari kematian. Naik tangga rumah. Di samping tangga biasa ada tangga khusus untuk liau dari kayu bentolatn terdiri dari tujuh anak tangga. Sebagai anak tangganya ialah lemang diikat pada kayu itu. Kemudian ada sehelai kain putih sebagai tali pemegang bagi liau. Warna putih punya arti = bura mata aweq magah tempokng taru. Artinya bersih dari kejahatan, dari kematian, mati tidak ada lagi. Pengawara naik lalu menyembelih babi di serambi dan ayam masing-masing dua ekor. Satu untuk liau satu untuk kelalungan. Masuk rumah langsung menari atau ngerangkau tujuh kali puturan. Kemudian pengawara menanyakan pekerjaan yang harus dikerjakan lagi kepada pihak ngutaq atau orang yang punya pekerjaan, pihak keluarga menyambut agar para liau kelalungan istirahat makan minum. Ada dua ruratn atau dua baris makanan disediakan satu untuk makanan para liau dengan tutupannya kain putuh dan satu lagi barisan makanan untuk para kelalungan dengan tutupannya kain merah. Pengawara duduk ngakai berperan sebagai pihak liau dan kelalungan dan ada juga diantara mereka berperan dari pihak manusia atau keluarga. Pihak keluarga memberitahukan semua maksud mereka dan menyuruh para liau kelalungan makan minum sampai kenyang. Dalam kepercayaan bila liau kelalungan diberi makan maka mereka akan selalu kenyang karena ada banyak makanan di Lumut (surga). Langkah berikutnya ialah pekintuh liau kelalungan maksudnya ialah memberitahukan dan memperlihatkan segala harta, perkakas tanda kesukaan keluarga dan pemberitahuan ini dilaksanakan dalam bahasa wara. Setelah acara itu mereka siap-siap pulang dilukiskan dengan acara nyerinuq (liau kelalungan memberi nasihat kepada keluarganya). Pada saat ini sering para keluarga menangis, meratap para arwah leluhurnya, kadang-kadang sampai kesarongan liau kelalungan. Nyerinuq dilakukan oleh pengawara yang berperan dari pihak liau kelalungan. Kelalungan pulang dan kembali ketempat yang disebut Penayaas. Kelalungan ialah tengkorak manusia. Liau arwah tubuh pulang ketika Sekwatn. Di tengah jalan para liau istirahat di Pataai Telanan mereka memanjat buah-buahan. Sampai di dani besar yang disebut Danum Payaaq para liau menuba ikan. Pengertian menuba bagi liau ialah agar segala pengorbanan (babi) timbul kembali bagi liau dalam bentuk ikan Kaloi (ikan besar). Segala hewan kurban akan menjadi pilihan para liau. Sampai di Tenukng Renturukng mereka istirahat untuk memasak, mengeringkan ikan yang mereka dapat. Kemudian para liau masuk sensangan turu mereka terus menuju Lumut (Surga). Sebagai penjelasan tambahan : Upacara Kenyau yang lamanya tiga sampai lima malam sama caranya. Tetapi Kenyau tujuh sampai Sembilan malam lain sedikit, harus ada alat yang disebut Kayutn Tuah liau. Bentuk lungun terserah pada keluarga boleh ada lapisannya tetapi boleh juga tidak. Bila lungun dibuat lapisan lagi maka lapisan itu ada dua nama: bila untuk laki-laki disebut Selokng, bila untuk wanita disebut Lungun Tinaq. Pada kotak tambahan itu diukir/dihias tempat itu harus besar supaya lungun dapat dimasukkan kedalamnya. Kemudian pada Kenyau semacam ini derangkau lima malam atau ada tarian liau.

12. Kenyau selama 7-9 malam
Pada hari ketika tujuh untuk laki-laki dan pada hari kelima untuk wanita mulai wara. Permulaan mengenakan tepung tawar bagi pengawara. Kemudian membangun/mengundang para wara tua, wara kuasa tempo dulu agar sama-sama ikut acara wara. Ada acara memberi makan para liau sama seperti acara terdahulu. perbedaan pada tingkat Kenyau ini ialah pada jumlah hewan kurban selain hewan seperti ayam, babi yang disembelih atau hari parapm api hari ketujuh ada lagi tiga ekor babi dan tiga ekor ayam sebagai tambahan. Kemudian ada alat yang disebut Kayutn Tuah Liau semacam tiang dari bambu besar ukuran kira-kira 3-4 meter. Pada bambu itu dipasang tujuh gambar burung atau patung burung, pada puncaknya. Ada patung yang disebut butun. Pada langit-langit rumah digantungkan tujuh piring, mangkok. Pada bambu tadi dapat dipasang pakaian, kain, celana, baju sebagai pelengkap. Dasar bamboo adalah sebuah piring besar antik. Bila sampai 9 malam boleh membuat alat yang lebih tinggi nilainya dari Kayutn Tuah Liau yaitu “sesudatn kuwikng”, hampir sama dengan Kayutn Tuah Liau hanya pada alasnya ada semacam kotak (kubus) tutupnya berbentuk limas. Tiap sudut ada patung burung enggang. Tutupnya dari kayu gabus, dinding kotak dari kain saja. Dasar kotak juga papan. Isi kotak sebuah kelapa sebagai ganti tengkorak. Alat itu digantungkan kuat-kuat. Pada kenyau 7 malam ada acara ngerangkau selama 5 malam. Alat ngerangkau yang dipasang di kepala pengewara dan pengikatnya sebanyak 7 juga, bila sampai sembilan malam maka jumlah alat ikat kepala atau boyoyakng 9 buah. Tiap ngerangkau terdiri dari regu yaitu regu laki-laki dan regu wanita. Pakaian yang digunakan waktu ngerangkau. Alat yang merupakan ciri khasnya ialah perhiasan/ikat kepala yang disebut biyoyukng. Perhiasan ini menyerupai tanduk kerbau, pimpinan ngerangkau memakai perhiasan yang terbaik dan agak besar tanduknya. Yang kedua juga ada tanduk tapi yang lainnya tidak ada hanya berbentuk ikatan dan ada rumbai-rumbainya, semuanya dari kulit kayu. Tentang baju dan celana rupa-rupanya tidak terlalu mutlak sesuai dengan perkembangan jaman. Dulu adalah jamannya memakai baju celana kulit kayu dalam mode yang ada jaman ini. Pakaian lain yang khusus/khas ialah ikat kepala waktu mengambil kelalungan dan liau, pengawara memakai ikat kepala merah untuk mengundang kelelungan dan ikat kepala putih untuk mengundang/mengambil para liau atau arwah. Pakaian orang berkabung tempo dulu warnanya serba putih, rambut dipotong bagi wanita, ikat kepalapun warnanya putih.
13. Lumut dan Tenangkai
Menurut kepercayaan Tonyooi-Benuaq yang masih memakai adat kematian seperti Kwangkai, alam akhirat terbagi dua yaitu Lumut dan Tenangkai. Setelah manusia mati, jiwanya ada dua yaitu jiwa tubuh/badan disebut “Liau” dan jiwa tengkorak disebut “Kelalungan”, walaupun demikian bukanlah berarti kedua jiwa tersebut berwujud setengah-setengah, melainkan tetap utuh. Dari kedua macam jiwa tersebut, satu diantaranya dapat menjadi roh sahabat yaitu Kelalungan yang telah sempurna. Maksudnya Kelalungan yang berasal dari tempat tertinggi yang disebut “Tenukng Mentararatn”. Roh-roh itu kadang bila perlu diundang oleh manusia, misalnya pada waktu upacara Belian. Liau tinggal di Lumut dan Kelalungan tinggal di Tenangkai. Kedua tempat itupun terdiri dari beberapa bagian lagi seperti berikut. 14. Lumut Adapun morfologi atau anatomi “Lumut” adalah sebagai berikut. ) Bagian paling bawah disebut Melinakng Patai. Jika yang mati hanya diadakan adat Parapm Api dan langsung dikubur, maka arwahnya tinggal ditempat ini. ) Di atasnya adalah Melinakng Koakng. Jika yang mati diadakan adat yang lebih tinggi yaitu Pekintuh, maka jiwanya akan tinggal ditempat/ditingkat kedua ini. ) Tingkat berikutnya adalah Melinakng Bungoq. Jika diadakan adat Kenyau Pekintuh dan diadakan acara Ngerangkau beberapa malam, maka jiwa yang mati itu tinggal di tempat ini. 4) Melinakng Bumut. Sama dengan adat diatas tetapi mengorbankannya lebih banyak, maka jiwa yang mati akan tinggal ditempat ini. ) Melinakng Saikng. Adat sama tetapi memotong seekor sapi, maka jiwa yang mati akan tinggal di tempat ini. ) Merejakng Batuq Genikng. Bila diadakan adat Kwangkai dan mayat dikuburkan dalam sebuah rumah dalam tanah yang disebut Tamangantukng. ) Melinakng Bulau, atau disebut pula Genantukng Batuq atau Kelemuq Batuq Reniang Tulakng. Jika diadakan adat Kwangkai dan mayat dikuburkan dalam kuburan semen. Ketujuh tingkat tersebut diatas khusus bagi mayat yang dikuburkan dalam tanah. Ada lagi tujuh tingkat berikutnya yaitu bagi mayat yang tidak dikuburkan dalam tanah, tapi disimpan diatas tanah, entah dalam rumah atau dalam tempat tertentu. Morfloginya adalah sebagai barikut. ) Tingkat pertama bernama Tenukng Pangorai, bila setelah usai acara adat, mayat disimpan dalam rumah khususyang disebut Garai. ) Tingkat kedua bernama Penyeringan Bunaq. Bila mayat dibuat kotak berukir dan disimpan dalam Garai, maka jiwanya akan tinggal ditempat ini. ) Penyeringan Bumut, apabila tepat mayat diukir lebih indah lagi yang biasa disebut Rinaq dan dibuat diatas tanah, maka jiwa yang mati itu berada ditingkat ini. 4) Penyeringan Bulau. Bila tempat mayat dibuat berupa Taloh, berukir pula dan disimpan dalam Garai, maka jiwa yang mati itu tinggal ditempat ini. ) Tenukng Penylawo. Bila tempat mayat dibuat dari ulin semi Tempelaq bertiang satu yang disebut Kererekng, maka jiwa orang mati itu akan tinggal ditempat ini. ) Letatn Sayomulukng. Bila setelah upacara Kwangkai tempat mayat dibuat lebih indah yang disebut Tempelaq, maka jiwa yang mati akan tinggal ditempat ini. ) Usuk Bawo Meno, adalah puncak Lumut tertinggi. Bila setelah upacara Kwangkai, tempat mayat dibuat lebih bagus lagi yaitu berupa Tempelaq tingkat tinggi yang disebut Tempelaq Patiq, maka jiwa yang mati akan tinggal di tingkat akhir ini, untuk selama-lamanya, bersama para penguasa lumut.

15. Tenangkai Solai
Tenangkai sebagai tempat Kelalungan memiliki beberapa bagian/tingkat sebagai berikut. ) Tingkat paling bawah disebut Langit Banayatakng. Tempat tinggal Kelalungan baru, yaitu bagi mayat yang belum dibongkar tulang-tulangnya dan belum diadakan adat Kenyau Kwangkai. ) Tenukng Temayowo. Tempat Kelalungan yang sudah lama yang hanya diadakan adat Kenyau. ) Usuk Lenamun Bungaq. Bagi Kelalungan yang telah diadakan adat Kenyau dengan pengorbanan yang lebih banyak lagi. Disini ada pemimpin para Kelalungan bernama Ayakng Pirikng Neki. 4) Teluyatn Tangkir Langit Benuaq Tingir Layakng. Pemimpin Kelalungan disini bernama Tatau Mangokng Bulau dan Sulitn Kelincekng. Bagi Kelalungan yang sudah diadakan adat Kenyau Kwangkai. ) Tukar Gnsaq Lemiyang Usuk Temangkai Solaai. Tempat Kelalungan para bangsawan /mantiq, orang terkemuka. Tentunya juga telah diadakan upacara Kwangkai. ) Tingkat tertinggi ialah Tenukng Mentararatn. Bagi Kelalungan yang telah diadakan adat Kwangkai. Para Kelalungan disinilah yang dapat menjadi roh sahabat manusia yang kadang-kadang dipannggil misalnya waktu upacara Belian. Mereka disebut Kelalungan tertua. Pemimpin mereka adalah Nayuq Antikng Kerariakng dan Nayun Ketikng Serakng Langit. Yang mula-mula mempergunakan Lumut sebagai tempat tinggal ialah Antiq dan Antotn. Mereka berdua menebas. Membersihkan tempat itu dengan pedang bernama Bulu Ketingen Langit. Karena kuasa mereka berdua maka daerah Lumut telah siap untuk dihuni para arwah manusia. Tempat yang telah diperciki keduanya dengan darah hantu bernama Wok Jumatn Langit. Kemudian yang pertama kali membersihkan Tenangkai sebagai tempat tinggal para Kelalungan ialah Jayos dan Jatotn. Mereka berdua adalah pemimpin /penguasa Tenangkai. Perlu dijelaskan pula bahwa selain para pemimpin diatas masih ada lagi penguasa di atas mereka, yaitu para penguasa tertinggi bagi Liau, diantaranya: Nayuq Sensaliukng Bangah Olo (Dewa Matahari), Nayuq Sensarepek Bangah Bulatn (Dewa Bulan), Nayuq Bento Olo, Nayuq Berepm Bulatn, Selengkau Nayun Lumut,& Junung Jore Piyuyatn. Adapun penguasa Liau tertinggi adalah Tatau Gerupm Tunyukn, Sookng Boyas Nyakas, Itak Kakah Benang Liau, Itak Kakah Kulio, Pangkotn Taman Kurikng, & Mulukng Tinan Tingkekng. Adapun penguasa tertinggi di Tenangkai adalah Nayuq Antikng Kerariakng, & Nayuq Ketikng Serakng Langit.

KESIMPULAN
Sungguh lengkap memang rangkaian adat ini, dan ini adalah satu dari berbagai tradisi yang dimiliki Suku Dayak Beruaq. Dan Suku Dayak Beruaq merupakan satu diantara jutaan suku yang dimiliki tanah air ini Indonesia. Adat suku yang tak banyak orang tahu, dan selanjutnya hanya akan menjadi sebuah cerita dari mulut ke mulut.
Unsur globalisasi memang yang mengajak kita terbuka terhadap budaya luar dan budaya yang kita anggap lebih fleksibel dan lebih terlihat indah. Dan akhirnya menjadikan kita memandang budaya negeri sendiri seperti tidak pantas dengan keadaan sekarang. Memang kebanyakan budaya Indonesia tidak jauh dari hal berbau mistik dan mustahil atau sering orang berbicara tentang mitos. Namun sebenarnya jika kita melihat dari sudut pandang sejarah, budaya-budaya Indonesia dapat dijadikan sebuah rujukan untuk penelitian kesejarahan. Karena tidak dapat ditepis lagi, walau dewasa ini kita cenderung membiasakan diri dengan budaya luar namun tanpa kita sadari, budaya Indonesia telah tercermin pada kepridadian kita masing-masing. Dan akhirnya bangsa ini dapat menerima pemikiriran yang lebih logis seperti halnya agama, yang mengajarkan bahwa ada kehidupan lain setelah kematian.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar