- Suku Dayak Benuaq
Dayak Benuaq adalah salah satu anak suku Dayak di Kalimantan
Timur. Berdasarkan pendapat beberapa ahli suku ini dipercaya berasal dari Dayak
Lawangan sub suku Ot Danum dari Kalimantan Tengah. Lewangan juga merupakan
induk dari suku Tunjung di Kalimantan Timur. Benuaq sendiri berasal dari kata
Benua dalam arti luas berarti suatu wilayah/daerah teritori tertentu, seperti
sebuah negara/negeri. pengertian secara sempit berarti wilayah/daerah tempat
tinggal sebuah kelompok/komunitas. Sedangkan kata Dayak menurut aksen Bahasa
Benuaq berasal dari kata Dayaq atau Dayeuq yang berarti hulu. Menurut leluhur
orang Benuaq dan berdasarkan kelompok dialek bahasa dalam Bahasa Benuaq,
diyakini oleh bahwa Orang Benuaq justru tidak berasal dari Kalimantan Tengah.
Masing-masing mempunyai cerita/sejarah bahwa leluhur keberadaan mereka di bumi
langsung di tempat mereka sekarang. Tidak pernah bermigrasi seperti pendapat
para ahli. Salah satu versi cerita leluhur mereka adalah Aji Tulur Jejangkat
dan Mook Manar Bulatn. Kedatangan suku (mungkin orang Lewangan, Teboyan, Dusun
dan sebagainya) dari Kalimantan Tengah justru berasimilasi dengan Orang Benuaq,
dan ini menyebabkan Orang Benuaq mempunyai banyak dialek. Suku Dayak Benuaq
dapat ditemui di sekitar wilayah Sungai Kedang Pahu di pedalaman Kalimantan
Timur dan di daerah danau Jempang. Di Kalimantan Timur, sebagian besar mendiami
Kabupaten Kutai Barat dan merupakan etnis mayoritas (+/-60 %). Mendiami di
Kecamatan Bongan, Jempang, Siluq Ngurai, Muara Pahu, Muara Lawa, Damai,
Nyuatan, sebagian Bentian Besar, Mook Manor Bulatn serta Barong Tongkok.
2. Upacara Saat Kematian
Tanda-tanda seseorang akan meninggal dunia kadang-kadang
dapat kita lihat terutama pada orang dewasa/lanjut usia. Tanda-tanda itu antara
lain : a) Gegulag, yaitu timbul perbuatan/tingkah laku yang aneh dari orang
yang sakit dan ia tidak menyadarinya. Contohnya : tiba-tiba ia bangun ingin
jalan seperti ada yang dicarinya dan lain sebagainya. b) Nerakuq, yaitu bunyi
napas yang nyaring, mula-mula kedengaran cepat dan lama-lama semakin lemah dan
lambat. c) Ngebintakng, yaitu mata kelihatan berkunang-kunang dan badan tidak
berdaya. d) Pekasakng Kinas, yaitu napas ikan, artinya bahu terangkat saat bernapas
dan akhirnya napasnya habis lalu ia meninggal dunia. Tindakan awal yang
dilakukan para keluarga pada saat kematian : Sebelum dianggap mati betul,
keluarga akan memukul gong cepat-cepat sebagai tanda ada orang sakit parah.
Bagi keluarga yang belum mengetahuinya, mereka akan diberitahukan dengan suara
gong itu. Setelah dianggap mati/meninggal dunia, mereka akan memukul tambur
dup-dup sebagai tanda bahwa orang itu telah mati. Memukul tambur tadi disebut
neruak. Titi yaitu memukul sejumlah gong dengan irama silih berganti
lambat-lambat. Titi berlangsung lama untuk memberitahukan para keluarga warga
desa yang jauh, sebagai tanda penyertaan keluarga yaitu bersama arwah penunjuk
jalan. Mayat ditutup sementara dengan kain lalu dipagari dengan kelambu mayat
berwarna-warni dan ditambal kain berwarna-warni. Biasanya warna merah/hitam
yang paling dominan. Lalu, keluarga menyiapkan air pencuci mayat. Para warga
yang datang membantu dengan sukarela. Air dimasukkan ke dalam antang dicampur
dengan bahan pewangi seperti jeruk; daun selasih; air kelapa muda; langir
wakaai sejenis akar; mayang dari pinang; dan umbut teniq. Memandikan mayat yang
dilakukan oleh keluarga terdekat mayat sementara yang lain memulai titi lagi.
Lalu, mayat didudukkan di atas gong, di atas kepala dibentangkan kain putih
yang telah dilobangi kecil-kecil sebagai saringan waktu menjatuhkan air. Mayat
dilap agar kering dan bersih lalu dikenakan pakaian, baju dan celana. Neruhuq.
Jika yang meninggal itu orang dewasa maka dilanjutkan dengan acara neruhuq yaitu
doa kepada dewa sahabat, tangai tamui dan arwah leluhur agar mereka menjemput
dan bila ia mati kena sihir supaya arwah membalasnya (tangan mayat menggenggam
sebuah Mandau & daun biyowo) bersamaan dengan alat itu ada tombak, ayam
jantan merah disatukan dengan Mandau. Matik, yaitu mencap mayat dengan darah
ayam. Ambil sepotonh rotan ujungnya dibelah 4 lalu dibakar dan dicelupkan dalam
darah ayam. Tempay yang dicap adalah : dahi mayat, pelipis kanan dan kiri,
sepanjang tangan, di dada, di belakang dan dipaha/kakinya. Tujuan dari matik
adalah pada waktu ia mati banyak dewa sahabat mengatakan ia mati, namun ia
menyangkal bahwa ia pulang ke rumah leluhurnya. Lalu para dewa menunjuk tanda
mati pada tubuhnya. Pada saat itu ia mengaku bahwa ia memang telah meninggal
dunia dan ia memohon pada para dewa untuk mendoakan para keluarga si arwah agar
mereka hidup baik, murah rezeki dan umur panjang. Mayat dibungkus dengan kain
jika ada sampai 7 lapis, dengan bagian luar kain putih. Mayat diiikat, dagu
mayat, kedua ibu jari, disatukan agar tidak renggang tetapi rapi. Setelah
dibungkus diikat sampai tujah ikat dengan sobekan kain. Mayat ditutupi dengann
kain lagi dan payung terbuat dari daun biru sejenis nipah. Papaat Buhur. Buhur
ialah tali dari kulit kayu yang dikeringkan dan dibuat delapan simpul atau
ikitan. Tali itu digantungkan, lalu sambil berdoa tali itu dibakar ujung
bawahnya. Kita lihat sampai mana api itu mati. Jika api mati pada simpul
pertama berarti dia meninggal karena umur sudah menentukan. Bila api mati pada
tingkat kedua berarti dia mati karena melanggar aturan dalam hidupnya. Bila api
mati pada tingkat ketiga maka ia mati karena disihir dengan sesama manusia.
Bila api mati pada tingkat keempat maka ia mati karena kepohonan. Bila api mati
pada tingkat kelima maka ia mati karena dewa sahabat (tangai tamui). Bila api
mati pada tingkat pada tingkat keenam maka ia mati karena dewa air yaitu
juwata. Bila api mati pada tingkat ketujuh maka ia mati karena dewa jin harimau
(nayuq timang). Pada tempat api mati itu tukang memohon kepada para dewa dan
arwah roh leluhur menuju jalan baru dan janganlah ia lengah dijalan, sebab
ditengah jalan bernama saikng serentenapm ada hantu yang suka menyesatkan,
inilah tanda dari keluarga mu yaitu sebuah tali, dan alat penuntun untuk
menerangi arwah dijalan. Musyawarah keluarga. Para keluarga yang telah datang
bermusyawarah bersama. Tahap pertama mencari kayu untuk lungun. Biasanya para
keluarga/warga desa datang siap membawa alat untuk membuat lungun yaitu tempat
dari sebuah batang kayu, dilubangi dan diberi tutup dengan rapi. Kaum wanita
datang membawa sumbangan berupa beras, garam dan lainnya bila ada dan bila
tidak ada mereka juga datang untuk menyatakan rasa dukacita mereka yang sangat
mendalam. Pekerjaan dibagi-bagi, ada yang ikut membuat lungun, ada yang tinggal
dirumah membuat tangga mayat/lungun, tempat membawa lungun ke atas rumah.
Pokoknya hari itu sebagai hari berkabung orang sekampung. Biar hanya hadir,
kehadiran warga menunjukkan rasa turut berdukacita, saling memperhatikan
diwaktu terkena musibah dan saling membantu yang dalam bahasa suku Benuaq
disebut “sempekat”. Setelah lungun selesai, lungun dimasukkan ke dalam rumah
melalui tangga baru tadi. Mengapa tidak boleh melalui tangga rumah ?
Ada beberapa unsur penyebab, yaitu : (a) Dengan adanya
tangga baru itu memudahkan membawa mayat karena dibuat dekat tempat mayat. (b)
Lungun dan mayat ditaruh lama dalam rumah, menjaga agar bila lungun itu bocor
tidak mengotori dalam rumah, tangga, dsb. (c) banyak orang beranggapan bila
orang mati ada hantu yang datang, hantu-hantu masuk dari tempat keluar masuknya
lungun/mayat. (d) Orang yang telah mati jangan disamakan dengan orang yang
masih hidup, setelah mayat diantar ke kubur, biarlah pintu itu sementara
ditutup rapi melambangkan sesuatu bahwa kematian itu sulit terjadi lagi. Lungun
tadi sebelumnya diberi dempul, pori-pori ditutup dengan dammar agar tidak
ditembusi bau busuk.
Memasukkan mayat ke dalam lungun. Pada waktu memasukkan
mayat ke dalam lungun, orang mulai titi lagi. Semua tali pada dagu, tangan,
kaki dibuka setelah mayat tadi berada dalam lungun. Dibagian kepala diberi
sebuah piring. Pakaian dimasukkan, pisau lading dimasukkan bila masih bias.
Lalu ditaburi obat pengawet yaitu daun kerehau, bunga lang-alang dan pinang. Pada
saat sekarang dicampur lagi dengan teh agar mayat tidak mudah busuk. Lungun pun
ditutup dengan rapi. Tutupnya dilem dengan dammar, lalu diikat dengan rotan
sebanyak tujuh tingkat. Di atas tempat mayat dibuat tempat yang disebut pesilo
untuk menggantungkan pakaian dan piring sebanyak 7 piring. Jumlah tujuh
menandakan pembagian untuk arwah. Piring digantung bolak-balik artinya ada yang
telentang dan ada yang telungkup. Di samping lungun ada sebuah sumpit/tombak
didirikan dan sebuah kain merah digantungkan disebut “oritn penapm” dan
selanjutnya musyawarah keluarga yang kedua untuk merundingkan upacara adat
kematian yang akan dilaksanakan kemudian.
3.
Pembuatan Lungun
Lungun dibuat setelah rapat keluarga selesai. Sebelum
membuat Lungun biasanya keluarga menyediakan tepung tawar atau jomit burai.
Semua orang yang membantu membuat lungun memasang tepung tawar itu pada
tubuhnya agar mereka bekerja dalam keadaan selamat.
4.
Kayu Untuk Lungun
Biasanya diambil dari pohon buah-buahan durian bagi orang
biasa. Bila yang meninggal itu mantiq (kepala adat, Petinggi) maka lungunnya
dari pohon Benggeris atau ulin. Jika kayu lungun itu pecah, akan segera
diganti, tebang kayu yang baru lagi. Mengapa lungun dibuat dari kayu yang
bulat? Tempat mayat harus kuat dan tebal, karena harus tahan beberapa hari
untuk menyimpan mayat dalam rumah. Mayat belum bisa dikuburkan bila upacara
kematian belum selesai. Setelah upacara kematian selesai, barulah lungun
diturunkan dari rumah melalui pintu dan tangga khusus.
5.
Perkabungan Masa
perkabungan berlaku selama upacara kematian. Para keluarga
memakai pakaian putih-putih. Bila yang meninggal itu sang suami maka istrinya
masih ada tanda berkabung lainnya yaitu dengan memotong rambut. Selama masa
perkabungan para pelayat dan keluarga tidak boleh: bernyanyi, melagukan lagu
yang bukan lagu untuk kematian, tidak boleh memainkan music yang bukan music
untuk upacara kematian umpamanya music belian, music tari gantar. Semua orang
harus menunjukkan sikap turut berbelasungkawa.
6.
Ngelangkakng
Ngelangkakng berasal dari kata kelangkakng atau anyaman dari
bambu untuk menaruh makanan para arwah atau liau. Ngelangkakng berarti membuat
kelangkakng dalam arti memberi makan para arwah. Menurut kebiasaan sebelum
diadakannya adat Kwangkai yang merupaka adat kematian yang paling besar dan
terakhir, maka bagi arwah yang baru saja meninggal dunia yang belum dibuat adat
seperti itu perlu para arwah dan arwah yang baru itu diberi makan sewaktu-waktu
terutama bila sudah mulai musim panen. Para keluarga menghubungi keluarga
lainnya yang juga mau bergabung melaksanakan adat yang serupa, mereka
memusyawarahkan menyiapakn segala biaya dan menentukan hari pelaksanaannya.
Pelaksanaan ngelangkakng hanya memakan waktu sehari saja. Untuk member makan
para arwah harus ada seorang tukang wara atau pengawara. Dalam memangnya
pengawara mengundang para arwah lalu menyuruh mereka makan. Waktu memberi makan
itu yaitu pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Setelah habis acara lalu
rumah para keluarga mengantar semua makanan arwah dalam kelangkakng ke kuburan
masing-masing. Menurut kepercayaan walaupun hanya sekali dan jarang memberi
para arwah makan, tetapi makanan itu akan membuat para arwah di Lumut banyak
makanan yang tahan lama pula.
7.
Kwangkai
Sering adat kwangkai digabungkan pula dengan dengan kenyau,
sehingga disebut kenyau kwangkai. Umpamanya bagi keluarga yang mampu yang telah
dilaksanaakn adat kenyau lalu karena ada persiapan untuk melanjutkan ketika
adat kwangkai maka kedua adat kematian itu langsung saja dilaksanakan tidak
menunggu tiga tahun atau empat lima tahun. Karena dalam melaksanakan adat itu
perlu adat tengkorak manusia maka kubur kelu arga yang telah lama yang
diperkirakan tulang-tulangnya sudah kering dibongkar. Setelah upacara selesai
nantinya semua tulang itu disimpan dalam kotak ulin berukir yang disebut
Tempelaq. Adat kwangkai sering pula dilaksanakan setelah upacara lainnya
selesai, seperti Parapm Api, Kenyau Pekintuh atau Menyau. Kwangkai dilaksanakan
tiga tahun atau lebih kemudian hari menunggu tulang-tulang mayat menjadi kering
dapat dibongkar. Selain itu agar para keluarga dapat mentiapkan segala
keperluan untuk kwangkai.
8. Lamanya Upacara
Kwangkai/persiapannya Sikap dan perbuatan yang sangat menonjol bagi nenek
moyang kita tempo dulu ialah sikap dan perbuatan sosialnya. Bila ada keluarga
yang akan melakukan pekerjaan yang besar mereka selalu musyawarah, bantu
membantu dengan sukarela. Sikap itu mereka latih kepada setiap generasi sejak
dini. Umpamanya bila ada keluarga yang sedang sakit lalu mereka membuat upacara
penyembuhan berupa belian, sang bapak atau ibu mendidik putra-putrinya dengan
menyuruh mereka ikut membantu keluarga yang menderita itu. Ada yang ikut
mengambil ubi katu diladang, ada yang potong api, ada yang membantu memukul
musik waktu belian. Dan jika tidak bisa semuanya asalkan turut hadir menjengguk
keluarga yang sakit. Begitu pula dalam hal adat kematian, jauh-jauh hari para
keluarga sudah bermusyawarah. Keluarga pelaksana utama mengajak keluarga
lainnya yang punya keluarga yang meninggal namun belum dikwangkai agat turut
bersama-sama melaksanakan upacara kwangkai. Dengan cara ini bagi keluarga yang
mestinya belum mampu/ tidak mampu. Kwangkai, dapat pula menyelesaikan upacara
adat kematian yang besar itu, dengan demikian para arwah telah mampu menempati
Lumut atau surge yang amat bahagia, berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Para
keluarga membuat lading besar, dengan segala upaya mereka membeli seekor kerbau
atau dengan beberapa ekor babi untuk melaksanakan kwangkai. Karena perlengkapan
telah disiapkan maka lamanya upacara kwangkai dapat ditentukan 2 x 7 = 14 hari
dan maksimum sampai 3 x 7 = 21 hari. Kwangkai/ pekerjaan dimulai setelah segala
perlengkapannya selesai. 9. Proses Ritual Kwangkai
No Kegiatan Yang Dilaksanakan Penjelasan Singkat
1. Acara pembukaan /Mulai Wara
Sebelum mulai , dipersiapkan alat-alat perlengkapan yang
terdiri dari : satu ekor babi, satu ekor ayam, tepung tawar, dupa, berkas,
piring, mangkok, pakaian, makanan dan lain sebagainya. Para pelaksana do’a
disebut Pengawara segera memulai do’anya. Pengawara yang biasanya terdiri dari
beberapa orang berikutnya memasang tepung tawar pada tubuh mereka msing-masing
yaitu pada jari kaki, dahi, belakang sambil mereka melafalkan do’a pada dewa
kuasa agar mereka mulai dalam keadaan suci. Mereka mengundang dewa sahabat yang
disebut ‘Entuq’ agar mereka merasuk para pengawara mempunyai kuasa/daya dalam
setiap do’a/mantra selama melaksanakan upacara tersebut. Pengawara mengambil
beras sejumput lalu mendupainya dan bersama-sama menghambur beras itu ke atas
sebagai tanda mereka mengundang dewa beras bernama “Luwikng Boyas” ini dimohon
turun dari benua atas langit untuk turut memperlancar jalannya doa dan upacara.
Pengawara menghadap hidangan makanan, mengundang para arwah (Liau) untuk makan
hidangan yang di sediakan itu. Inilah acara memberimakan arwah yang pertama
kalinya dalam upacara tersebut. Acara ini disebut “Petunuq Okatn” artinya
menunjuk hidangan makanan. Acaraini cukup lama. Pengawara membaca mantranya
bersahut-sahutan. Mereka melakonkan arwah telah datang memenuhi undangan, lalu
mereka makan dan minum, merokok, menyirih mencuci tangan dan akhirnya arwah
pulang ke Lumut/Surga. Demikianlah inti mantra yang diucapkan para pengawara.
Malam harinya pengawara mengundang lagi dewa kuasa lainya yaitu “Luwikng”. Ia
tinggal di atas sana di tempat yang bernama Batuq Nongker Langit Kutaq Lonyau
Bulao. Ia diminta turun ke tempat acara (Ruakng Bunang) agar ia juga menyertai
dan memperlancar acara hingga selesai.
- Dongeng menceritakan asal mula Langit dan Tanah
Sebelum mendongengkan hal lain maka terlebih dahulu
penguwara mendongengkan asal mula Langit Tanah. Maksudnya adalah menerangkan
bahwa apa yang kita buat/lakukan ada sebab musababnya, ada yang ditiru dan ada
asal mula terjadinya. Karena tanah dan langit merupakan wadah semua makhluk mka
didongengkan terlebih dahulu dari yang lainya. Cerita/dongeng ini diucapkan
dalam lagu wara ada beberapa macam. Banyak memakai kata-kata kiasan. Acara ini
memakan waktu lebih kurang satu hari satu malam.
3. Dongeng Api, Dupa
Perlu dijelaskan bahwa tiap hari ada acara tetap dan sama
yaitu member makan para arwah sebanayak 3 kali : pagi, siang, dan sore hari.
Pengawara dapat bermanfaat bagi manusia ddan berguna untuk dipakai dalam
upacara.
4.Dongeng Ayam, Babi, Pedang, Kelapa,
Pinang, Sirih, Kunyit, Kapur, dan dongeng Tembakau
Acara ini selama satu hari. Pengewara menjelaskan asal mula
benda tersebut dapat menjadi alat pelengkap dalam upacara.
5.Mungkaq Selimaat dan Netak Balotn
Biyoyukng
Selimat adalah semacam kotak berbentuk limas digantungkan
dalam rumah. Pengewara menceritakan asal mula adanya alat ini, dan mengapa alat
itu dipakai dalam upacara. Pada acara ini disediakan satu ekor babi dan satu
ekor ayam, disembelih sebagai hewan kurban. Sesaat akan menggantungkan Selimaat
pengewara membaca mantranya diikuti para keluarga. Sore harinya pengawara
mengundang dewa pemelihara Selimat diBenua atas langit bernama “Batuq Sintuq”.
Setelah kata memakng mereka sampai di tempat itu, maka dewa-dewa di sana
mengirimkan utusan khususnya untuk mengambil dewa yang dimaksud yaitu ketempat
yang bernama Tasik Marukng Bematn. Dewa utusan khusus itu bernama Tukuk
Belansietn. Dialah yang membawa selimat, dewa Gong, Tambur dan semua jenis alat
musik yang lazim dipakai dalam upacara, masing-masing tujuh buah. Pada waktu
memakng mereka selesai yang menyatakan para dewa datang membawa alat-alat tadi,
maka semua pengawara bangkit menari (ngerangkau) lalu duduk beristirahat. Perlu
diketahui sebelum para dewa sampai di tempat upacara, mereka juga singgah di
tengah jalan yaitu di Benua Bermauq Tuhaq membawa tengkorak manusia sakti
bernama Datu dan Dara istrinya. Mereka bersama-sama mengepalai perjalanan
menuju ke bumi/tempat acara. Malam hari mulailah acara menariyang disebu
Ngerangkau, untuk makan malam pertama.
6. Pesengket Aning Tulakng
Sebelum acara dimulai disiapkan satu ekor babi dan satu ekor
ayam untuk disembelih. Aning Tulkng adalah tulang belulang serta tengkorak yang
telah dibongkar dan dibersihkan sebelum upacar dilaksanakan. Tulang-tulang itu
disimpan ditanah/dihalaman rumah. Disediakan serapo/pondok kecil sebanyak dua
buah dihalaman rumah. Acara ini dilaksanakan mula-mula diserapo tersebut. Ada
yang mewakili pihak keluarga ada pula yang mewakili/dari pihak arwah. Mereka
berdialok dengan lagu wara. Mereka menjamu(makan,minum,merokok). Pihak keluarga
menjelaskan maksud mereka mengundang para arwah, lalu mempersilahkan mereka
naik kerumah. Mereka menuju tangga. Disampong tangga bias dibuat tangga khusus
dari kayu hidup (bentolam) dan sehelai kain putih diikat pada kayu itu sebagai
alat untuk naik. Sampai dalam rumah pihak arwah tadi dan peserta lalu menari
merangkau, lalu duduk istirahat. Mereka kembali dijamu oleh keluarga. Pihak
arwah kembali melanjutkan memakngnya dalam lagu ngakai, namanya. Meksud mereka
diundang sementara itu pihak keluarga ,menyambut dengan memasang tepung tawar,
memberi rokok, memerciki mereka dengan air tanda mereka sebang atas kedatangan
para arwah. Dan sebaliknya pihak arwah membalas dengan perbuatan yang sama sambil
mendoakan para keluarga dengan lagu ngakai juga member penjelasan kepada pihak
arwah dan mempersilahkan mereka mencicipi hidangan ala kadarnya. Sesuai acara
tengkorak disimpan di selimaat. Dan setiap ngerngkau tengkorak-tengkorak itu
dipukul dibawa menari, sebagai ungkapan kegembiraan keluarga terhadap para
arwah. Mereka menari bersama, sama-sama bersuka cita.
7. Dongeng Selimaat, Bambu, Balok
Dongeng ini selama satu hari. Malam hari acara ngerangkau.
8. Dongeng Kayu Ulin , Lemo
Karena ulin dipakai juga untuk belontang maka didongengkan
juga asal mula adanya kayu ulin/alat tersebut. Malam hari acara tetap
ngerangkau.
9. Dongeng asal mula adanya air di Bumi
(Putakng)
Pagi, siang, dan sore acara tetap member makan arwah,
setelah atau disela acara itu pengawara menceritakan asal mula adanya air
dibumi ini. Malam hari Ngerangkau.
10. Dongeng Rotan, Pemala (makanan
arwah)
Kegiatan ini selama satu hari. Malam hari Ngerangkau.
11. Dongeng Kematian dan Kwangkai
Menceritakan asal mula/ kematian manusia pertama dan adat
kwangkai yang perdana. Malam hari, Ngerangkau.
12.Dongeng Lamin, Padipulut, Padibiasa,
buah-buahan (sensiwo)uluk.
Lamin (rumah panjang) ada asal usulnya, begitu pula
padi-padian dan buah-buahan. Agar para keluarga cukup makanan, tak kurang suatu
apapu dalam hidupnya. Ini doa pihak arwah yang dilakonkan oleh pengawaranya.
13. Pesawaq Belontakng (mengawinkan
belontakng).
Mengawinkan Beluntang dengan batu Nisan . agar sebelum alat-
alat itu dipakai maka diceritakan dahulu riwayat kedua lat itu yang dulunya
harus dikawinkan. Ada dewa pwnguasa Belontang dan ada dewa penguasa Nisan.
Acara ini dilaksanakan ditanah/serapo. Ada yang mewakili pihak Belontang dan
ada yang mewakili pihak nisan. Dalam laagu dan ngakai mereka saling mengadu
cintanya dan akhirnya kawin. Acara ini meriah dan diikuti para
keluarga/hadirin. Pada hari ini juga diadakan acara memperciki tempelaq (kotak
ulin bweukur) tempat menyimpan tengkorak dan tulang belulang (tempat terakhir)
Satu ekor babi dan satu ekor ayam disembelih, darah ya dioleskan pada tempelaaq
oleh pengawara dan keluarga. Malam hari, ngerangkau. Setelah selesai ngerangkau
dilanjutkan dengan acara “Encoi Talitn Pakat”. Semacam surat undangan resmi
kepada para arwah,tapi dalam bentuk kata-kata memang/doa pengawara, yang
ditunjukan kepada semua arwah/leluhur. Bahwa mereka diundang untuk menghadiri
acara berikutnya sampai penyerahan tempat-tempat termulia bagi para arwah yaitu
sebuah kotak kecil berukir: Tempelaq, kemudian para arwah diharap hadir dan
menerima upacara puncak yaitu penombakan kerbau pada hari puncak nanti. Alat
untuk mengundang tadi yaitu sebuah ayunan yang disebut Siliu berkepala naga.
Sambil melepas mantra/menangkap kata-kata undangan pengawara mengayun-ngayun
Siliu. Alamat yang dituju adalah Lumut tempat Liau dan Tenangkai tempat
Kekalungan.
14. Mendirikan belontang dan tempelaaq
Pengawara bersama keluarga pergi ke lokasi tempat mendirikan
kedua aklat tersebut. Tempat-tempat tersebut diperbaiki dengan air. Lalu
pengawara menggaris tanah sambil berdoa agar tempat itu diberkati oleh dewa
kuasa agar layak menjadi kedua alat tersebut. Kemudian kedua alat tersebut
didirikan. Malam hari Ngerangkau.
15. Persiapan Hari ini pengawara hanya
member makan para arwah seperti biasa sebanyak tiga kali/Kemudian mendoakan
beras yang akan dibuat kue/tumpi, lemang dsb. Acara ini disebut Pejiak Jakatn.
16.Pesalikng Kelalungan (mengundang dan
menyambut Kekalungan)
Kekalungan adalah Jiwa/Roh Tengkorak mereka tinggal di
Tenangkai. Untuk persiapan inidisediakan satu ekor babi dan satu ekor ayam.
Pengawara mengundang para kekalungan secara resmi untuk menghindari acara
puncak. Mereka menggunakan ikat kepala merah. Berdiri di depan tangga khusus
dalam rumah sambil membaca mantra atau kata-kata Undangan. Mereka membawa para
kekalungan turun lalu duduk istirahat. Para keluarga menjamu dengan sebuah
hidangan. Sementara dilaksanakan lagi dialog antar keluarga dan pihak arwah
kekalungan. Ketika acara sedang berjalan para keluarga pun menyambut kedatangan
para arwah itu dengan memasang tepung tawar, memerciki dengan air dan member
rokok kepada pengawara /keluarga yang berperan dari pihak arwah . pihak arwah
mendoakan para keluarga semuanya diungkapkan dalam lagu ngakai yang
dilaksanakan secara bersahut-sahutan. Malam hari , ngerangkau.
17.Pesalukng Liau (mengundang dan
menyambut Liau)
Disediakan dua ekor ayam dan satu ekor babi. Liau adalah
Roh/Jiwa tubuh atau badan. Mereka tinggal di lumut. Pengawara menggunakan ikat
kepala putih turun ke tanah pergi ke ujung jalan disitu mereka dalam lagu wara.
Mereka menyusuri beberapa tempat. Sampai masuk ke Lumut: mereka membawa para
arwah ke bumi/tempat acara untuk memenuhi undangan keluarga. Mereka pulang
menuju ke serapo, disitu mereka dijamu oleh keluarga. Pertama, mereka
mengadakan permainan sabung ayam. Disediakan satu ekor ayam jantan (merah)
untuk pihak arwah Liau dan satu ekor ayam jantan untuk pihak keluarga. Ayam
pihak Liau dipasang taji bambu, ayam pihak keluarga dipasang taji besi. Kedua
ayam disabung dalam sebuah kandang kecil. Sebelum dilepas kedua belah pihak
saling menawarkan bayarannya. Setelah cocok barulah kedua ayam dilepaskan untuk
disabung. Ayam pihak Liau /arwah harus cepat-cepat dipukul agar ia kalah, pihak
keluarga harus menang. Permainan ini mempunyai arti kiasan agar segala
penderitaan dibawa arwah termasuk kematian/maut di bawa arwah Liau pulang.
Sebaliknya para keluargaselalu tahan/tidak kena segala musibah, dikemudian
harinya. Permainan berikutnya adalah permainan Jeluk Kayuq, menghindari tujuh
tumpuk kayu dan sekali masuk hentakah alu yang dimainkan oleh beberapa orang.
Kayu itu dibongkar habis oleh pengawara. Setelah itu mereka langsung menuju
tangga rumah. Permainan ini juga mempunyai arti kiasan: pertanda kedua pihak
sama-sama senang, karenanya para Liau tak akan tinggal mengganggu manusia di
bumi. Tetapi setelah selesainya semua acara mereka segera pulang ke Lumut. Nah,
ditangga tadi dalam acara khusus lagi yaitu memohon agar dewa kuasa memerciki
para Liau agar mereka dalam keadaan baik tak mengganggu manusia. Kemudian
pengawara memotong sebuah suman di dekat tangga sambil berdoa agar seperti
suman yang terpotong itu maka kematian telah habis, tak ada lagi. Selanjutnya
mereka naik ke atas rumah. Mendoakan hewan kurban diserambi rumah setelah itu
hewan-hewan kurban itupun disembelih. Mereka masuk ke dalam rumah langsung
menari Ngerangkau tanda mereka betul-betul datang dengan hati yang senang.
Mereka dijamu seperti biasa oleh semua warga. Arwah bermalam satu malam
menunggu acara puncak. Malam hari, Ngerangkau. Perlu dijelaskan bahwa acara
ngerangkau dilakukan oleh dua regu pria dan wanita masing-masing berjumlah 14
orang. Mereka menari ngerangkauu bergantian diiringi musik yang disebut Domak.
Selimast yang di gantung tempat tengkorak itu adalah tempat start.
18. Persiapan untuk hari puncak
Perlu dijelaskan kembali bahwa pada waktu acara pesalukng
Liau, pengawara telah memberitahukan bahwa ada tempat yang sudah disediakan
bagi para arwah. Waktu itu pengawara berperan sebagai arwah, mereka pergi
melihat tempela. Nah, pada hari persiapan ini pengawara pergi lagi ke Tempelaq
dengan melaksanakan upacara khusus. Disediakan makanan. Memotong satu ekor ayam
dan satu ekor babi sebagai hewan kurbannya. Ada yang mewakili pihak keluarga
dan ada yang berperan dari pihak arwah.Dalam lagu ngakai mereka saling
berdialog. Pihak keluarga saling menyerahkan tempat itu kepada para arwah, dan
pihak arwah menyatakan menerimanya dengan senang hati.
19. Ukai Solai (acara puncak)
Persiapan pagi-pagi keluarga membuat kandang kerbau yang
disebut kesuncokng. Kerbau dimasukkan ke dalam kandang kecil itu. Lehernya
diikat dengan tali rotan yang diikatkan ke tiang Belontang. Di atas kandang ada
tempat pengawara/berpidato. Setelah selesai pengawara naik keatas tempat itu
mendongengkan asal mula kerbau menyerahkannya kepada arwah sebagai hewan kurban
para keluarga. Selesai memang/doa itu pengawara naik kembali dalam rumah. Acara
selanjutnya adalah kata- kata sambutan oleh: Ketua Panitia, Kepala Adat, Kepala
Desa dan Muspida setempat. Terakhir pengumuman oleh panitia - Semua hadirin
diharapkan menhadiri acara makan bersama nati malam. - Berhati-hati menombak
kerbau. Acarra Membadik Kerbau Kerbau harus ditombak karena mau melakonkan
pihak arwah turut menombaknya bersama keluarga. Oleh karena itu, sebelum pihak
keluarga mulai menombak maka harus pihak liau dan kekalungan menembak dulu.
Liau menombak sebelah kiri kerbau dan yang berperan sebagai kekalungan menombak
sebelah kanan korban. Disusul oleh manusia/pihak keluarga sampai kerbau itu
rebah atau mati. Setelah kerbau mati, pengawara mengajak para keluarga
menarik-narik bangkai kerbau. Pengawara sebelah dan pihak keluarga memegang
tali disebelahnya. Ditarik dalam hitungan ke-7kali. Perbuatan itu melambangakan
hewan kurban itu telah diterima dan dibawa oleh para arwah. Dalam memangnya
disebut kerbau itu telah mati dan dibawa pulang (Nunuk nyang tempokng,
berawerai nyang pukatn). Dewa yang pembawa kerbau itu bernama Umar Pantsk
Langit (dari pihak liau) dan Sulitn Layutn Kelincekng dari pihak kekalungan. Di
lumut ada padang perbau bernama Ranaai Sungkaai. Perlu juga dijelaskan : -
kepada kerbau yang sudah dipotong itu ada rohnya bernama : Aning Lalukng.
Rohnya itu dipelihara Dewa Nyuq Bentas Peteh. - kepada kerbau yang sudah uasang
disimpan dalam rumah dipelihara Dewa Itak Olo Eso Anteh Kakah Bulatn Bolupm. -
Di lumut para para arwah mendapt banyak kerbau yaitu ditempat yang disebut
Ranaai Sungkai. Malam hari diadakan acara makan bersama. Malam itu juga
pengawara mengantar pulangpara kekalungan ke Tenangkai. Mmengenakan ikat kepala
merah, diiringi musi Domak. Sebelum berangkat mereka meninggalkan pesan/nasihst
kepada keluarga yang ditinggalkan. Nasihat-petuah itu diucapkan para pengawara
dalam lagu Nyerinuq. Biasanya pada saat ini keluarga betul-betul terharu sampai
menangis mendengar segala nasihat itu. Acara mengantar kekalungan selesai malam
itu juga.
20. Mengantar Liau ke Lumut
Esok harinya pengawara mengantar liau ke lumut. Acara ini
lama, karena jalan ke lumut cukup jauh. Yah, walaupaun hanya diucap dalam memang.
Mereka berangkat memakai alat yang disebut Siliu sebuah ayunan. Pertama mereka
berangkat dari rumah menuju ke sungai pahu langsung mudikmelewati beberapa
tempat: menyusuri sungai Pahu dam masuk anakm sungai Pahuyaitu sungai Piraq di
desa Besiq kec. Damai. Mudik menuju daerah Kalteng. Banyak tempatyang mereka
lalui karena memang rutenya demikian. Tempat-tempat itu antara lain: Lumpat
Nulakng, Punak Berawiq, Toyop Tuhatn, Gesalitn Ejatn, Elekng Apaar Tana
(jembatan) Ngorang Oni, Layuq Pakuq: disinimereka istirahat bermain sabung
piring (saung Pingatn). Kemudian sampai Salkng Sentoe, Tompok Danum Rayaq
(danau besar) disini mereka istirahat menuba ikan. Lalu mereka menyeberang ,
sampai apar Popot (sebuah jembatan), Bungkaq Ngerakng Sapiq, Menekng Ngerakng Bawui,
Tenuk Benturukng = tempat istirahat terakhir.kemudian sampai simpang tujuh
menuju lumut. Masuk Lumut terus ke puncak Usuk Bawo Menolong/Ngeno.
10. Pekintuh
Ada dua macam upacara Pekintuh, yaitu
yang tiga malam, disebut Kenyatuh Pekintuh. Upacara Pekintuh tiga malam ini
adalah sama dengan upacara di atas tadi, yang hanya ditambah dengan acara
mengambil/mengundang secara resmi para liau/arwah. Pengawara turun ketika tanah
mengambil/mengundang para arwah di tempat yang disebut Sekwatn, liau dibawa kerumah
dan disambut dengan acara ngakai (berpantun dengan para liau). Tiap hari
memberi makan para liau sebanyak dua kali saja. Acara selesai pada hari
terakhir, mayat dikuburkan seperti biasa. Jadi semua acara dilaksanakan pada
hari Parapm Api bila laki-laki hitungan untuk waktu Parapm Api 6 menghadap,
hari keenam adalah hari nyolok/persiapan dan hari ketujuh adalah hari Parap,
Api yang biasa dibuat lama atau singkat seperti upacara-upacara diatas tadi. Alat
kelengkapannya adalah sama.
11. Kenyau Pekintuh
Bila upacara di atas tadi dilanjutkan,
maka pada malam terakhir dilaksanakan dengan acara mengantar tanda kepada liau
bahwa mereka akan diundang lagi. Acara ini disebut encoi talitn pakat. Lalu
pada malam berikutnya mengundang liau, kelalungan. Pagi harinya menyambut
mereka dengan adat yang disebut pesalukn (menjamu). Pertama Pesalukng
Kelalungan kemudian pesalukng Liau. Urutan acaranya adalah sebagai berikut :
Dari dalam rumah pengawara turun ke tanah mengambil liau di sekwatan yaitu
pergi ke ujung jalan, lalu kembali ke serapo. Di serapo para liau menanyakan
maksud tujuan pekerjaan dalam bahasa ngakai (pantun liau), lalu pihak manusia
menyuruh para liau makan, merokok. Pada saat para keluarga dan hadirin menjamu
pengawara yang berperan dari sebelah liau. Mereka memberi rokok tepung tawar,
lalu para pengawara juga membalas mengoleskan tepung tawar pada badan manusia
sambil mendoakan mereka. Acara sabung ayam, ada ayam sebelah manusia diberi
taji besi dan ayam liau diberi taju bambu saja. Setelah menerangkan sewa kedua
ayam dilepaskan, tetapi ayam liau harus segera dipukul agar liau kalah.
Kekalahan itu melambangkan tidak ada lagi kematian, hidup ini memang dari mati,
maka semoga para keluarga hidup baik dan panjang umur. Permainan itu sekaligus
sebagai tanda senang/gembira para keluarga. Jeluk kayuq. Ngekaas tungur tiokng.
Ada kayu api disusun tinggi lalu kayu itu dicungkil atau dibuang oleh pengawara
sampai habis runtuh. Kemudian menari atau ngerangkau masuk antara alu yang
disebut ramak. Semuanya itu adalah perminan bersama liau. Kemudian menuju
tangga. Disitu ada acara paper pejiak-pejiaau. Pengawara memegang seikat daun
pertama dengan tangan kiri, kemudian dengan tangan kanan. Pengawara mengundang
dewa Siluq untuk paper atau memerciki hadirin agar mereka suci, agar liau pun
suci (untuk sunampuluq sampuq) dan bagi Kelalungan agar mereka membuang
kematian (ngodikng mate magah tempokng teru). Menaas rayatn yaitu memotong dua
buah suman di tangga rumah. Perbuatan itu melambangkan pemutusan atau
terpisahnya manusia dari kematian. Naik tangga rumah. Di samping tangga biasa
ada tangga khusus untuk liau dari kayu bentolatn terdiri dari tujuh anak
tangga. Sebagai anak tangganya ialah lemang diikat pada kayu itu. Kemudian ada
sehelai kain putih sebagai tali pemegang bagi liau. Warna putih punya arti =
bura mata aweq magah tempokng taru. Artinya bersih dari kejahatan, dari
kematian, mati tidak ada lagi. Pengawara naik lalu menyembelih babi di serambi
dan ayam masing-masing dua ekor. Satu untuk liau satu untuk kelalungan. Masuk
rumah langsung menari atau ngerangkau tujuh kali puturan. Kemudian pengawara
menanyakan pekerjaan yang harus dikerjakan lagi kepada pihak ngutaq atau orang
yang punya pekerjaan, pihak keluarga menyambut agar para liau kelalungan
istirahat makan minum. Ada dua ruratn atau dua baris makanan disediakan satu
untuk makanan para liau dengan tutupannya kain putuh dan satu lagi barisan
makanan untuk para kelalungan dengan tutupannya kain merah. Pengawara duduk
ngakai berperan sebagai pihak liau dan kelalungan dan ada juga diantara mereka
berperan dari pihak manusia atau keluarga. Pihak keluarga memberitahukan semua
maksud mereka dan menyuruh para liau kelalungan makan minum sampai kenyang.
Dalam kepercayaan bila liau kelalungan diberi makan maka mereka akan selalu
kenyang karena ada banyak makanan di Lumut (surga). Langkah berikutnya ialah
pekintuh liau kelalungan maksudnya ialah memberitahukan dan memperlihatkan
segala harta, perkakas tanda kesukaan keluarga dan pemberitahuan ini
dilaksanakan dalam bahasa wara. Setelah acara itu mereka siap-siap pulang
dilukiskan dengan acara nyerinuq (liau kelalungan memberi nasihat kepada
keluarganya). Pada saat ini sering para keluarga menangis, meratap para arwah
leluhurnya, kadang-kadang sampai kesarongan liau kelalungan. Nyerinuq dilakukan
oleh pengawara yang berperan dari pihak liau kelalungan. Kelalungan pulang dan
kembali ketempat yang disebut Penayaas. Kelalungan ialah tengkorak manusia.
Liau arwah tubuh pulang ketika Sekwatn. Di tengah jalan para liau istirahat di
Pataai Telanan mereka memanjat buah-buahan. Sampai di dani besar yang disebut
Danum Payaaq para liau menuba ikan. Pengertian menuba bagi liau ialah agar
segala pengorbanan (babi) timbul kembali bagi liau dalam bentuk ikan Kaloi
(ikan besar). Segala hewan kurban akan menjadi pilihan para liau. Sampai di
Tenukng Renturukng mereka istirahat untuk memasak, mengeringkan ikan yang
mereka dapat. Kemudian para liau masuk sensangan turu mereka terus menuju Lumut
(Surga). Sebagai penjelasan tambahan : Upacara Kenyau yang lamanya tiga sampai
lima malam sama caranya. Tetapi Kenyau tujuh sampai Sembilan malam lain
sedikit, harus ada alat yang disebut Kayutn Tuah liau. Bentuk lungun terserah
pada keluarga boleh ada lapisannya tetapi boleh juga tidak. Bila lungun dibuat
lapisan lagi maka lapisan itu ada dua nama: bila untuk laki-laki disebut
Selokng, bila untuk wanita disebut Lungun Tinaq. Pada kotak tambahan itu
diukir/dihias tempat itu harus besar supaya lungun dapat dimasukkan kedalamnya.
Kemudian pada Kenyau semacam ini derangkau lima malam atau ada tarian liau.
12. Kenyau selama 7-9 malam
Pada hari ketika tujuh untuk laki-laki
dan pada hari kelima untuk wanita mulai wara. Permulaan mengenakan tepung tawar
bagi pengawara. Kemudian membangun/mengundang para wara tua, wara kuasa tempo
dulu agar sama-sama ikut acara wara. Ada acara memberi makan para liau sama
seperti acara terdahulu. perbedaan pada tingkat Kenyau ini ialah pada jumlah
hewan kurban selain hewan seperti ayam, babi yang disembelih atau hari parapm
api hari ketujuh ada lagi tiga ekor babi dan tiga ekor ayam sebagai tambahan.
Kemudian ada alat yang disebut Kayutn Tuah Liau semacam tiang dari bambu besar
ukuran kira-kira 3-4 meter. Pada bambu itu dipasang tujuh gambar burung atau
patung burung, pada puncaknya. Ada patung yang disebut butun. Pada
langit-langit rumah digantungkan tujuh piring, mangkok. Pada bambu tadi dapat
dipasang pakaian, kain, celana, baju sebagai pelengkap. Dasar bamboo adalah
sebuah piring besar antik. Bila sampai 9 malam boleh membuat alat yang lebih
tinggi nilainya dari Kayutn Tuah Liau yaitu “sesudatn kuwikng”, hampir sama
dengan Kayutn Tuah Liau hanya pada alasnya ada semacam kotak (kubus) tutupnya
berbentuk limas. Tiap sudut ada patung burung enggang. Tutupnya dari kayu
gabus, dinding kotak dari kain saja. Dasar kotak juga papan. Isi kotak sebuah
kelapa sebagai ganti tengkorak. Alat itu digantungkan kuat-kuat. Pada kenyau 7
malam ada acara ngerangkau selama 5 malam. Alat ngerangkau yang dipasang di
kepala pengewara dan pengikatnya sebanyak 7 juga, bila sampai sembilan malam
maka jumlah alat ikat kepala atau boyoyakng 9 buah. Tiap ngerangkau terdiri
dari regu yaitu regu laki-laki dan regu wanita. Pakaian yang digunakan waktu
ngerangkau. Alat yang merupakan ciri khasnya ialah perhiasan/ikat kepala yang
disebut biyoyukng. Perhiasan ini menyerupai tanduk kerbau, pimpinan ngerangkau
memakai perhiasan yang terbaik dan agak besar tanduknya. Yang kedua juga ada
tanduk tapi yang lainnya tidak ada hanya berbentuk ikatan dan ada
rumbai-rumbainya, semuanya dari kulit kayu. Tentang baju dan celana
rupa-rupanya tidak terlalu mutlak sesuai dengan perkembangan jaman. Dulu adalah
jamannya memakai baju celana kulit kayu dalam mode yang ada jaman ini. Pakaian
lain yang khusus/khas ialah ikat kepala waktu mengambil kelalungan dan liau,
pengawara memakai ikat kepala merah untuk mengundang kelelungan dan ikat kepala
putih untuk mengundang/mengambil para liau atau arwah. Pakaian orang berkabung
tempo dulu warnanya serba putih, rambut dipotong bagi wanita, ikat kepalapun warnanya
putih.
13. Lumut dan Tenangkai
Menurut kepercayaan Tonyooi-Benuaq yang
masih memakai adat kematian seperti Kwangkai, alam akhirat terbagi dua yaitu
Lumut dan Tenangkai. Setelah manusia mati, jiwanya ada dua yaitu jiwa
tubuh/badan disebut “Liau” dan jiwa tengkorak disebut “Kelalungan”, walaupun
demikian bukanlah berarti kedua jiwa tersebut berwujud setengah-setengah,
melainkan tetap utuh. Dari kedua macam jiwa tersebut, satu diantaranya dapat
menjadi roh sahabat yaitu Kelalungan yang telah sempurna. Maksudnya Kelalungan
yang berasal dari tempat tertinggi yang disebut “Tenukng Mentararatn”. Roh-roh
itu kadang bila perlu diundang oleh manusia, misalnya pada waktu upacara
Belian. Liau tinggal di Lumut dan Kelalungan tinggal di Tenangkai. Kedua tempat
itupun terdiri dari beberapa bagian lagi seperti berikut. 14. Lumut Adapun
morfologi atau anatomi “Lumut” adalah sebagai berikut. ) Bagian paling bawah
disebut Melinakng Patai. Jika yang mati hanya diadakan adat Parapm Api dan
langsung dikubur, maka arwahnya tinggal ditempat ini. ) Di atasnya adalah
Melinakng Koakng. Jika yang mati diadakan adat yang lebih tinggi yaitu
Pekintuh, maka jiwanya akan tinggal ditempat/ditingkat kedua ini. ) Tingkat
berikutnya adalah Melinakng Bungoq. Jika diadakan adat Kenyau Pekintuh dan
diadakan acara Ngerangkau beberapa malam, maka jiwa yang mati itu tinggal di
tempat ini. 4) Melinakng Bumut. Sama dengan adat diatas tetapi mengorbankannya
lebih banyak, maka jiwa yang mati akan tinggal ditempat ini. ) Melinakng
Saikng. Adat sama tetapi memotong seekor sapi, maka jiwa yang mati akan tinggal
di tempat ini. ) Merejakng Batuq Genikng. Bila diadakan adat Kwangkai dan mayat
dikuburkan dalam sebuah rumah dalam tanah yang disebut Tamangantukng. )
Melinakng Bulau, atau disebut pula Genantukng Batuq atau Kelemuq Batuq Reniang
Tulakng. Jika diadakan adat Kwangkai dan mayat dikuburkan dalam kuburan semen.
Ketujuh tingkat tersebut diatas khusus bagi mayat yang dikuburkan dalam tanah.
Ada lagi tujuh tingkat berikutnya yaitu bagi mayat yang tidak dikuburkan dalam
tanah, tapi disimpan diatas tanah, entah dalam rumah atau dalam tempat
tertentu. Morfloginya adalah sebagai barikut. ) Tingkat pertama bernama Tenukng
Pangorai, bila setelah usai acara adat, mayat disimpan dalam rumah khususyang
disebut Garai. ) Tingkat kedua bernama Penyeringan Bunaq. Bila mayat dibuat
kotak berukir dan disimpan dalam Garai, maka jiwanya akan tinggal ditempat ini.
) Penyeringan Bumut, apabila tepat mayat diukir lebih indah lagi yang biasa
disebut Rinaq dan dibuat diatas tanah, maka jiwa yang mati itu berada ditingkat
ini. 4) Penyeringan Bulau. Bila tempat mayat dibuat berupa Taloh, berukir pula
dan disimpan dalam Garai, maka jiwa yang mati itu tinggal ditempat ini. )
Tenukng Penylawo. Bila tempat mayat dibuat dari ulin semi Tempelaq bertiang
satu yang disebut Kererekng, maka jiwa orang mati itu akan tinggal ditempat
ini. ) Letatn Sayomulukng. Bila setelah upacara Kwangkai tempat mayat dibuat
lebih indah yang disebut Tempelaq, maka jiwa yang mati akan tinggal ditempat
ini. ) Usuk Bawo Meno, adalah puncak Lumut tertinggi. Bila setelah upacara
Kwangkai, tempat mayat dibuat lebih bagus lagi yaitu berupa Tempelaq tingkat
tinggi yang disebut Tempelaq Patiq, maka jiwa yang mati akan tinggal di tingkat
akhir ini, untuk selama-lamanya, bersama para penguasa lumut.
15. Tenangkai Solai
Tenangkai sebagai tempat Kelalungan
memiliki beberapa bagian/tingkat sebagai berikut. ) Tingkat paling bawah
disebut Langit Banayatakng. Tempat tinggal Kelalungan baru, yaitu bagi mayat
yang belum dibongkar tulang-tulangnya dan belum diadakan adat Kenyau Kwangkai.
) Tenukng Temayowo. Tempat Kelalungan yang sudah lama yang hanya diadakan adat
Kenyau. ) Usuk Lenamun Bungaq. Bagi Kelalungan yang telah diadakan adat Kenyau
dengan pengorbanan yang lebih banyak lagi. Disini ada pemimpin para Kelalungan
bernama Ayakng Pirikng Neki. 4) Teluyatn Tangkir Langit Benuaq Tingir Layakng.
Pemimpin Kelalungan disini bernama Tatau Mangokng Bulau dan Sulitn Kelincekng.
Bagi Kelalungan yang sudah diadakan adat Kenyau Kwangkai. ) Tukar Gnsaq
Lemiyang Usuk Temangkai Solaai. Tempat Kelalungan para bangsawan /mantiq, orang
terkemuka. Tentunya juga telah diadakan upacara Kwangkai. ) Tingkat tertinggi
ialah Tenukng Mentararatn. Bagi Kelalungan yang telah diadakan adat Kwangkai.
Para Kelalungan disinilah yang dapat menjadi roh sahabat manusia yang
kadang-kadang dipannggil misalnya waktu upacara Belian. Mereka disebut
Kelalungan tertua. Pemimpin mereka adalah Nayuq Antikng Kerariakng dan Nayun
Ketikng Serakng Langit. Yang mula-mula mempergunakan Lumut sebagai tempat
tinggal ialah Antiq dan Antotn. Mereka berdua menebas. Membersihkan tempat itu
dengan pedang bernama Bulu Ketingen Langit. Karena kuasa mereka berdua maka
daerah Lumut telah siap untuk dihuni para arwah manusia. Tempat yang telah
diperciki keduanya dengan darah hantu bernama Wok Jumatn Langit. Kemudian yang
pertama kali membersihkan Tenangkai sebagai tempat tinggal para Kelalungan
ialah Jayos dan Jatotn. Mereka berdua adalah pemimpin /penguasa Tenangkai.
Perlu dijelaskan pula bahwa selain para pemimpin diatas masih ada lagi penguasa
di atas mereka, yaitu para penguasa tertinggi bagi Liau, diantaranya: Nayuq
Sensaliukng Bangah Olo (Dewa Matahari), Nayuq Sensarepek Bangah Bulatn (Dewa
Bulan), Nayuq Bento Olo, Nayuq Berepm Bulatn, Selengkau Nayun Lumut,&
Junung Jore Piyuyatn. Adapun penguasa Liau tertinggi adalah Tatau Gerupm
Tunyukn, Sookng Boyas Nyakas, Itak Kakah Benang Liau, Itak Kakah Kulio,
Pangkotn Taman Kurikng, & Mulukng Tinan Tingkekng. Adapun penguasa tertinggi
di Tenangkai adalah Nayuq Antikng Kerariakng, & Nayuq Ketikng Serakng
Langit.
KESIMPULAN
Sungguh lengkap memang rangkaian adat ini, dan ini adalah
satu dari berbagai tradisi yang dimiliki Suku Dayak Beruaq. Dan Suku Dayak
Beruaq merupakan satu diantara jutaan suku yang dimiliki tanah air ini
Indonesia. Adat suku yang tak banyak orang tahu, dan selanjutnya hanya akan
menjadi sebuah cerita dari mulut ke mulut.
Unsur globalisasi memang yang mengajak kita terbuka terhadap
budaya luar dan budaya yang kita anggap lebih fleksibel dan lebih terlihat
indah. Dan akhirnya menjadikan kita memandang budaya negeri sendiri seperti
tidak pantas dengan keadaan sekarang. Memang kebanyakan budaya Indonesia tidak
jauh dari hal berbau mistik dan mustahil atau sering orang berbicara tentang
mitos. Namun sebenarnya jika kita melihat dari sudut pandang sejarah,
budaya-budaya Indonesia dapat dijadikan sebuah rujukan untuk penelitian
kesejarahan. Karena tidak dapat ditepis lagi, walau dewasa ini kita cenderung membiasakan
diri dengan budaya luar namun tanpa kita sadari, budaya Indonesia telah
tercermin pada kepridadian kita masing-masing. Dan akhirnya bangsa ini dapat
menerima pemikiriran yang lebih logis seperti halnya agama, yang mengajarkan
bahwa ada kehidupan lain setelah kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar