Rabu, 02 Januari 2013

PENGARUH PENDIDIKAN KESETARAAN (PAKET A, B, C) BAGI ANAK-ANAK PUTUS SEKOLAH




ABSTRAK
Zzsazsa Novia Khairunnisa, PENGARUH PENDIDIKAN KESETARAAN (PAKET A, B, C) BAGI ANAK-ANAK PUTUS SEKOLAH, ditulis dalam rangka melengkapi Tugas Ilmu Sosial Dasar Tahun 2012
Dosen Pempimping : Ira Windarty
Kata Kunci: Anak-anak putus sekolah, kesetaraan, pengaruh.
Semakin marak bahkan banyak instansi-instansi negeri maupun swasta yang menawarkan kejar paket untuk mereka yang putus sekolah. Program pendidikan seperti ini sangat memudahkan mereka yang tidak memiliki ijazah karena putus sekolah disaat menjejaki pendidikan. Kebanyakan mereka memiliki umur yang tidak setara lagi untuk mengenyam bangku sekolah. Tapi selain itu lebih banyak lagi anak-anak putus sekolah yang dapat memanfaatkan sarana-sarana ini. Selain biaya yang jauh lebih murah dibanding sekolah formal, kendala waktu pun dapat diatasi karena tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan paket kesetaraan ini. Lebih dari itu fasilitas-fasilitas yang disediakan instansi-instansi terkait cukup memadai. Serta tujuan dan dasar pemikiran sejumlah instansi mengadakan paket kesetaraan ini berbanding lurus dengan alasan mereka dan cita-cita anak-anak putus sekolah tersebut.

LATAR BELAKANG
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat karunia, rahmat dan hidayah-Nya kepada para hamba-Nya, telah memudahkan saya untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW  juga keluarga, para sahabat dan para umatnya yang senantiasa istiqomah menjalankan syariatnya.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Ilmu Sosial Dasar. Selanjutnya saya berharap makalah ini dapat dijadikan pertimbangan nilai studi. Saya menyadari dalam penyusunan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan baik susunan kata ataupun kerapihan. Saya sangat menerima saran yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan pada makalah selanjutnya. Selain itu saya berharap makalah ini dapat berguna dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya

                                                                                                Depok, 22 Nopember 2012



                                                                                                            Zsazsa Novia K.
A.     PENDAHULUAN
Beragam persoalan selalu mengikuti proses penyempurnaan pembanguna di bidang pendidikan Indonesia. Baik di bidang pendidikan formal, non formal maupun informal. Semua bidang memiliki kendala sendiri-sendiri. Pada jalur non formal program kesetaraan khususnya kejar paket A, B dan C misalnya, hingga kini masih banyak hambatan sosial masyarakat. Hal ini disebabkan karena orang yang seharusnya mengikuti program pendidikan ini mayoritas berusia di atas 44 tahun, sehingga rata-rata mereka beranggapan bahwa tidak ada gunanya melanjutkan kesetaraan sebab tanpa penambahan ilmu pendidikan, perekonomian dan kehidupan mereka sudah memadai. Penyebab lainnya karena adanya perasaan malu di kalangan warga, khususnya program paket A karena merupakan paket kesetaraan sekolah dasar. Meski menyadari adanya hambatan, namun pemerintah tetap menjalankan program ini. Karena hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pemerintah untuk memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada setiap warga negaranya untuk mengakses pendidikan.
Namun dilihat dari tujuan pemerintah, fasilitas pendidikan ini sangat tepat jika lebih ditujukan untuk anak-anak putus sekolah. Sesuai pepatah “Belajar di waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu. Belajar di waktu tua bagaikan mengukir di atas air”. Namun amat memprihatinkan apabila kita melihat di pinggiran jalan, di atas kendaraan umum atau fasilitas umum lainnya yang lebih banyak anak-anak seumuran sekolah dasar bertebaran untuk mengamen, mengemis atau kegiatan mencari uang recehan lainnya. Mereka disana bukan karena malas, tapi lebih karena ekonomi dan himpitan uang yang memaksa mereka untuk berhenti sekolah atau bahkan tidak sekolah. Kondisi seperti ini memang bukan baru-baru terjadi di negara ini, sudah perpuluh-puluh tahun kondisi ini mewarnai tanah air ibu pertiwi. Dahulu kegiatan mengemis, mengamen dan lain sebagainya adalah kegaiatan yang menyedihkan dan merupakan kondisi yang harus dihindari. Namun sekarang bermakna berbeda, mengemis, mengamen dan cara penjualan rasa iba yang lainnya adalah salah satu pilihan pekerjaan yang dapat diandalkan, mudah dan tanpa harus melewati jenjang mendidikan dan meraih karir untuk mendapatkan uang. Pemahaman seperti ini ditanamkan pada anak-anak ini, maka jatuhnya adalah kualitas pendidikan Indonesia turun dan akhirnya rendah bahkan tertinggal. Yang sering kita lupakan yaitu anak-anak putus sekolah ini pastinya tidak pernah mencita-citakan pekerjaan seperti ini harus mereka jalani sejak usia dini. Anak-anak ini juga pastinya akan bersemangat untuk menambah ilmunya, namun mereka berpikiran waktunya akan lebih berguna untuk mengamen dan mendapatkan uang. Sekarang cara penggalakan program pendidikan ini yang harus dibenahi.
B.     PEMBAHASAN
Pendidikan kesetaraan ini merupakan kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan luar sekolah sebagai suatu sub sistem pendidikan non formal. Yang dimaksudkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Dengan adanya batasan pengertian tersebut, rupanya pendidikan non formal tersebut berada antara pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan kesetaraan adalah salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal  yang meliputi kelompok belajar (kejar) Program Paket A setara SD/MI, Program Paket B setara SMP/MTs, dan Program Paket C setara SMA/MA yang dapat diselenggarakan melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) atau satuan sejenis lainnya. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas  pendidikan formal, nonformal, informal yang dapat saling melengkapi atau mengganti.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, maka salah satu upaya yang ditempuh untuk memperluas akses pendidikan guna mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah melalui pendidikan kesetaraan. Pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan umum yang mencakup Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), Paket C (setara SMA)
1. Peranan Pendidikan Kesetaraan

Peran pendidikan Kesetaraan yang meliputi program Paket A, B dan C sangat strategis dalam rangka pemberian bekal pengetahuan. Penyelenggaraan program ini terutama ditujukan bagi masyarakat putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah khusus, seperti daerah perbatasan, daerah bencana, dan daerah yang terisolir yang belum memiliki fasilitas pendidikan yang memadai bahkan juga bagi TKI di luar negeri dan calon TKI.
Memahami nilai dan manfaat program pendidikan kesetaraan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada program yang diselenggarakan dengan antusias.
Untuk skala nasional, penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan dimaksudkan sebagai upaya untuk mendukung dan mensukseskan program pendidikan wajib belajar 9 tahun yang merupakan penjabaran dari rencana strategis Departemen Pendidikan nasional yang meliputi perluasan akses, pemerataan, dan peningkatan mutu pendidikan
2. Tujuan Pendidikan Kesetaraan

Tujuan pendidikan kesetaraan program kejar paket A, B dan C adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap warga belajar sehingga dpat memiliki pengetahuan , keterampilan.

3. Kendala yang dihadapai dalam Pendidikan Kesetaraan

Mengajak warga masyarakat untuk belajar di kelompok belajar (Kejar) paket tidaklah mudah. Sesuai denga sebutannya yakni Kejar, kita betul-betul harus mengejar para calon warga belajar ini. Memotivasi mereka dan menjelaskan akan pentingnya pendidikan. Untuk itu memang perlu memiliki kemampuan dalam melakukan pendekatan terhadap sasaran didik ini. Maklumlah, mereka adalah orang-orang yang bermasalah. Bermasalah dalam artian berkaitan dengan berbagai masalah seperti masalah ekonomi sehingga membuat mereka tidak mampu melanjutkan pendidikannya di pendidikan formal.
Faktor-faktor yang paling sering mempengaruhi kegagalan mereka melanjutkan pendidikan formalnya antara lain yang paling signifikan adalah faktor ekonomi. Oleh karena itulah faktor ekonomilah yang lebih mereka perhatikan dari pada pendidikan. Pada saat melaksanakan proses belajar ini juga sarat dengan menghadapi berbagai kendala seperti warga belajar yang bermalas-malasan. Kendala lainya adalah masalah cuaca yang kurang bersahabat. Terutama sekali saat-saat musim penghujan. Pada musim penghujan biasanya warga belajar malas keluar rumah untuk diajak belajar.
Untuk memberikan semangat (motivasi) kepada warga belajar agar tetap senang belajar, maka pengelola program pendidikan kesetaraan diharapkan juga mendirikan Taman bacaan masyarakat (TBM), yaitu merupakan sarana belajar bagi masyarakat untuk memperoleh informasi dan mengembangkan pengetahuan guna memenuhi minat dan kebutuhan belajarnya yang bersumber dari bahan bacaan dan bahan pustaka lainnya. Ini semacam perpustakaan mini dan tersebar untuk menjangkau masyarakat yang jauh dari layanan perpustakaan. Ada dua sasaran prioritas utama sasaran pendirian taman bacaan masyarakat, pertama untuk peningkatan minat baca masyarakat dan kedua untuk memelihara kemampuan keaksaraan masyarakat. Disamping itu, diharapkan keberadaan TBM bisa menjadai tempat berkumpul warga masyarakat untuk sekedar ngobrol mempererat silaturahim tukar informasi untuk memperkaya wawasan. Dengan demikian TBM pun bisa berfungsi sebagai ruang publik untuk melakukan sosialisasi diri, termasuk mempromosikan/mengenalkan program-program pendidikan nonformal kepada masyarakat.

Dalam Pelaksanaan Program Paket A setara SD dan Paket B Setara SUP, berbagai permasalahan yang paling berat dihadapi, diuraikan sebagai berikut:

1. Warga belajar


Permasalahan yang berkaitan dengan warga belajar adalah:
a) lokasi tempat tinggal warga belajar saling berjauhan sehingga sulit mendapatkan satu kelompok sebanyak 40 orang warga belajar;
b) latar belakang sosial ekonomi warga belajar lemah sehingga frekuensi kehadirannya sangat rendah;
c) warga belajar menjadi pencari nafkah keluarga, mereka hanya belajar kalau waktu mengizinkan;
d) motivasi belajar rendah, mereka berpendapat tanpa belajarpun mereka sudah mendapatkan uang.

2. Tutor

Tugas tutor bukanlah mengajar tetapi membimbing warga belajar dalam memahami materi pelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu diperlukan tutor yang paham akan masalah Pendidikan.
Masalah yang menghambat pelaksanaan Paket A, B dan C adalah:
a) sulit mendapatkan tutor yang memiliki latar belakang keguruan, khususnya tutor IPA dan Bahasa Inggris;
b) honorarium yang diterima tutor tidak memadai
c) usaha peningkatan kemempuan Tutor tidak merata, banyak Tutor yang tidak pernah ditatar dan tempat tinggal Tutor jauh dari warga belajar.
Seorang Tutor untuk mampu melaksanakan tugasnya dengan baik seharusnya dilengkapi dengan kebiasaan seperti:
a) Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan belajar
b) Kemampuan menyusun program prmbelajaran yang berorientasi pada tujuan yang diinginkan warga belajar
c) Kemampuan berkomunikasi agar mampu menggunakan berbagai cara alam pembelajaran.
d) Kemampuan menjalankan program dalam arti kemampuan mengorganisir program.
e) Kemampuan menilai hasil program. Dengan demikian Tutor harus mengalami standar yang harus dicapai pada setiap kurun waktu.
f) Kemampuan menggunakan hasil penilaian dalam usaha memperbaiki program di masa mendatang.

3. Prasarana dan Sarana

1. Prasarana
Permasalahan prasarana belajar yang dapat dipertimbangkan sebagai penyebab hambatan belajar antara lain:
a) belum memiliki gedung sendiri, tetapi masih memanfaatkan Balai Desa; gedung sekolah yang kosong dan tempat pertemuan lainnya, sehingga tidak jarang meminjam tempat tinggal tokoh masyarakat atau rumah warga belajar yang luas. Dengan dilembagakannya PKBM sebagai tempat segala kegiatan yang ada di masyarakat, maka dapat digunakan oleh warga belajar Kejar Paket P, dan B Setara;
b) lokasi gedung sekolah jauh dari tempat tinggal warga belajar; dan
c) fasailitas belajar kurang memadai.
2. Sarana
Sarana belajar sebagai media yang digunakan untuk belajar membawa berbagai hambatan antara lain: (a) jumlah modul terbatas, yaitu 1 modul untuk 3 orang warga belajar, yang seharusnya 1 modul untuk tiap warga belajar, akibatnya mereka sukar untuk dapat melaksanakan proses belajar mandiri; (b) terbatasnya jumlah buku yang dapat menambah wawasan warga belajar; dan (c) kurang dimanfaatkannya sarana belajar lokal atau yang tersedia di lokasi kegiatan.

4, Pehabtanas.

Secara konseptual penilaian terhadap warga belajar Paket A, B dan C dilaksanakan dalam bentuk evaluasi proses pembelajaran modul, evaluasi sekelompok modul dan penilaian hasil belajar tahap akhir akhir (Perhabnatas). Secara umum langkah penilaian tersebut di lapangan sudah dilaksanakan, khusus untuk Perhabnatas materi pelajaran yang diujikan meliputi PPKn, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan matematika untuk Paket A dan ke lima bidang studi tersebut ditambah Bahasa Inggris untuk Paket B. pelaksanaan pengembangan soal dan pemerikasaan hasil ujian tidak dikelola oleh perencana dan pelaksana pembelajaran
Pelaksanaan Perhabnatas masih menghadapi beberapa masalah, antara lain:
(a) terbatasnya jumlah tenaga yang handal yang mampu menangani Perhabnatas;
(b) pendaftaran peserta ujian yang sering terlambat;
(c) pendaftaran peserta tidak sekaligus, akibatnya sering berbeda antara data yang dikirim oleh daerah dengan data yang diterima di pusat;
(d) data peserta yang sering berubah-ubah, akibatnya menghambat dalam membuat pengumuman kelulusan;
(e) longgarnya pengawasan, akibatnya di beberapa daeah ditemukan adanya kesenjangan pelaksanaan;
(f) terlambatnya pengumuman akibat terlambat pengembalian Lembar Jawaban Kerja (LJK) dari daerah ke pusat, yang dapat mengakibatkan kurang kepercayaan peserta pada sistem yang dibangun

C.     KESIMPULAN
Terlihat dari berbagai sarana dan upaya pemerintah dalam perwujudan program kejar ini, maka akan lebih sukses lagi bila para penggerak  lebih  bersemangat  dan lebih konsisten  juga tertib dalam pelaksanaan program kesetaraan  ini. Lebih pokok dari itu adalah kesediaan para warga belajar agar lebih antusias lagi mengikuti program ini. Baik dari kalangan usia belia atau usia lanjut. Dan memang tidak cukup dengan program kesetaraan pendidikan ini saja cara untuk membasmi kebodohan. Masih harus ada  kegiatan  pembelajaran lain yang lebih “tepat waktu”  dalam penyelenggaraannya.
D.     DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_belajar